Ada yang Meninggal Lagi, Mengapa Kekerasan Begitu Melekat Pada Suporter?

Ada yang Meninggal Lagi, Mengapa Kekerasan Begitu Melekat Pada Suporter?

Firdaus Anwar - detikHealth
Senin, 24 Sep 2018 07:31 WIB
Ada yang Meninggal Lagi, Mengapa Kekerasan Begitu Melekat Pada Suporter?
Ilustrasi kekerasan yang mengakibatkan satu suporter persija tewas di Bandung. Foto: Ilustrasi pengeroyokan (dok detikcom)
Jakarta - Kemenangan Persib atas Persija pada Minggu (23/9/2018) malam tercoreng oleh tindakan anarkis yang dilakukan suporternya. Sebelum laga bergulir seorang pria bernama Haringga Sirila tewas dikeroyok oleh oknum Bobotoh.

Kejadian tersebut menambah catatan kelam kerusuhan yang dilakukan suporter sepakbola Indonesia. Rivalitas antar suporter beberapa kali berakhir ricu menelan korban jiwa sehingga orang banyak bertanya-tanya mengapa kekerasan begitu melekat di antara suporter sepakbola?



ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut beberapa jawaban dari peneliti seperti dirangkum detikHealth:

Kenakalan remaja

Foto: admn
Pada beberapa kasus aksi kekerasan dilakukan oleh suporter yang masih remaja. Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bona Sardo, MPsi, mengatakan fase remaja merupakan fase di mana pengaruh hormon, lingkungan dan perubahan fisik memengaruhi proses pencarian identitas diri mereka.

"Jadi memang ada penelitiannya yang mengatakan usia remaja itu merasa dirinya kebal akan kematian, kebal akan risiko. Jadi merasa dia bisa melakukan apa saja gitu," tutur Bona.

Ikatan sosial

Foto: Carl Court/Getty Images
Suporter suatu kelompok dengan emosi yang tinggi, merasa bagian dari tim, rawan berkonflik dengan kelompok lain yang berseberangan. Alasannya menurut peneliti karena keberadaan kelompok lain tersebut dianggap dapat mengancam eksistensi kelompoknya.

"Hooliganisme (aksi rusuh -red) pada pertandingan sepakbola biasanya diakibatkan karena keinginan suporter untuk mengekspresikan kedekatan emosinya pada tim," kata peneliti Paul Gow dari Liverpool Hope University.

Balas dendam

Foto: Reuters
Menurut studi yang dipublikasi dalam jurnal Evolution & Human Behaviour, peneliti Martha Newson dari University of Oxford menyebut bahwa aksi kekerasan di antara suporter bisa terjadi bila sebelumnya ada ancaman.

Ketika pendukung suatu kelompok merasa terancam maka mereka akan datang dengan mental 'untuk berkelahi'.

"Sebetulnya sama seperti perilaku lainnya yang didorong karena peleburan identitas kelompok, para suporter berkelahi atas dasar keinginan melindungi kelompok," kata Martha.

Penyalahgunaan zat

Foto: Agung Pambudhy
Satu hal lagi yang disebut bisa jadi pemicu aksi kekerasan dalam pertandingan sepakbola. Dalam tempat yang ramai beberapakali ada suporter yang menyalahgunakan zat seperti alkohol atau narkotik.

Zat-zat tersebut dapat memengaruhi kesadaran diri sehingga seseorang jadi lebih rentan terlibat dalam perilaku kekerasan di antara suasana rivalitas.
Halaman 2 dari 5
Pada beberapa kasus aksi kekerasan dilakukan oleh suporter yang masih remaja. Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bona Sardo, MPsi, mengatakan fase remaja merupakan fase di mana pengaruh hormon, lingkungan dan perubahan fisik memengaruhi proses pencarian identitas diri mereka.

"Jadi memang ada penelitiannya yang mengatakan usia remaja itu merasa dirinya kebal akan kematian, kebal akan risiko. Jadi merasa dia bisa melakukan apa saja gitu," tutur Bona.

Suporter suatu kelompok dengan emosi yang tinggi, merasa bagian dari tim, rawan berkonflik dengan kelompok lain yang berseberangan. Alasannya menurut peneliti karena keberadaan kelompok lain tersebut dianggap dapat mengancam eksistensi kelompoknya.

"Hooliganisme (aksi rusuh -red) pada pertandingan sepakbola biasanya diakibatkan karena keinginan suporter untuk mengekspresikan kedekatan emosinya pada tim," kata peneliti Paul Gow dari Liverpool Hope University.

Menurut studi yang dipublikasi dalam jurnal Evolution & Human Behaviour, peneliti Martha Newson dari University of Oxford menyebut bahwa aksi kekerasan di antara suporter bisa terjadi bila sebelumnya ada ancaman.

Ketika pendukung suatu kelompok merasa terancam maka mereka akan datang dengan mental 'untuk berkelahi'.

"Sebetulnya sama seperti perilaku lainnya yang didorong karena peleburan identitas kelompok, para suporter berkelahi atas dasar keinginan melindungi kelompok," kata Martha.

Satu hal lagi yang disebut bisa jadi pemicu aksi kekerasan dalam pertandingan sepakbola. Dalam tempat yang ramai beberapakali ada suporter yang menyalahgunakan zat seperti alkohol atau narkotik.

Zat-zat tersebut dapat memengaruhi kesadaran diri sehingga seseorang jadi lebih rentan terlibat dalam perilaku kekerasan di antara suasana rivalitas.

(fds/up)

Berita Terkait