Saat waktu istirahat, Stephen yang duduk di pangkuan ibunya tiba-tiba pingsan. Setelah sadar, ia tidak bisa duduk kembali dan berbicara. Ibunya, Nicole Cavall bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat.
Setelah melakukan serangkain pemeriksaan, dokter mendiagnosisnya mengalami stroke. Begitu terkejutnya sang ibu mengetahui hal tersebut menimpa anaknya yang masih berusia anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil CT scan menunjukkan kemungkinan stroke pediatrik. Stephen pun harus diterbangkan ke Cleveland Clinic Children di mana ahli bedah saraf profesional dapat mengobatinya.
Menurut analisis yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association Neurology, sekitar 75 persen stroke terjadi pada orang yang berusia 65 tahun atau lebih.
Namun anak-anak juga berisiko mengalami masalah pembekuan darah. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Anak Philadelphia, ada sekitar 12 dari 100.000 anak di bawah 18 tahun mengalami stroke.
"Ada kurangnya kesadaran bahwa stroke bisa terjadi pada anak-anak. Orang cenderung mengabaikan tanda-tanda stroke seperti apa pun itu," tutur direktur Pusat Neurosciences Pediatri di Cleveland Clinic Children, dr Neil Friedman.
Menurut dr Neil, gejala yang bisa terjadi pada anak-anak meliputi migrain, kejang, dan tubuh melemah. Harus dilakukan MRI untuk mendiagnosisnya.
Seperti yang dilakukan pada Stephen, melalui MRI dan tes angiogram, yaitu tes diagnostik menggunakan sinar X untuk menggambarkan pembuluh darah. Ternyata terdapat gumpalan di dalah satu arteri otak utama Stephen.
dr Neil pun percaya bahwa ini bukan akibat dari trauma pada arteri ataupun adanya robekan. Ia mengklaim bahwa ini disebabkan virus sebelumnya.
"Teori kami adalah (stroke) tidak secara langsung karena virus tetapi respon adanya inflamasi tubuh. Dan itu menyebabkan beberapa penyempitan atau kelemahan di bagian otak," jelasnya.
Untuk menghilangkan guumpalan di otak Stephen, ia menjalani pengobatan thrombectomy mekanik dengan kateter yang dimasukkan ke dalam arteri di selangkangan dan kemudian menuju otak.
Stephen juga menjalami prosedur operasi dan berjalan lancar. Ia bisa berbicara meskipun perlahan-lahan.
"Sebelum menjalani kateterisasi, Stephen memiliki skor stroke 12, yang cukup signifikan," kata dr Neil.
"Dia memiliki kelemahan sisi kanan yang signifikan, wajah yang benar-benar melorot, dan dia kesulitan berbicara dengan jelas atau normal. Beberapa hari kemudian (skor stroke) turun ke lima dan pada saat dia dipulangkan, turun ke tiga," lanjutnya.
dr Neil akan memantau terus perkembangan stroke yang dialami Stephen. Dan akan terus melakukan tes angiogram untuk melihat adanya penyumbatana di otakya.











































