Layaknya Mifthahul, penyandang low vision jangan sampai putus asa. Kondisi ini bisa diatasi dengan penyesuaian diri secara bertahap. Salah satunya dengan menemukan blind spot seiring lemahnya daya penglihatan. Titik buta atau preferred retinal locus (PRL) bisa diketahui dengan memperhatikan jam dinding. Penyandang bisa melihat objek di pusat jam kemudian memutar mata seiring jarumnya. Penyandang bisa memperhatikan titik yang bisa melihat benda dengan jelas dan tidak.
Penyandang low vision juga harus segera beradaptasi dengan teknik, peralatan, dan sumber daya yang membantu kehidupannya. Beberapa peralatan yang bisa membantu adalah kacamata pembesar, gadget yang bisa mengeluarkan suara, dan peralatan dengan tombol digit yang besar.
Pencahayaan rumah dengan penyandang low vision juga perlu sejumlah adaptasi. Hal ini meliputi penambahan sumber cahaya pada tempat gelap, lampu yang tidak menyilaukan, kontras, dan penggunaan spidol dengan warna gelap untuk tulisan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski banyak menyerang lansia, low vision bukanlah penyakit akibat penuaan. Penyandang low vision harus segera berkonsultasi dengan dokter mata untuk mendapat terapi. Beberapa kondisi yang terkait low vision adalah macular degeneration, glaukoma, dan retinitis pigmentosa.
Sama seperti gangguan mata lain, genetik diduga berperan dalam penurunan daya penglihatan. Sekitar 60 persen kasus kebutaan pada bayi disebabkan kerusakan mata sejak dalam kandungan, misal katarak kongenital, glaukoma kongenital, dan retinal degeneration.
Seperti dibuktikan Mifthahul, penyandang low vision bisa menjejakkan kaki di ajang bergengsi. Keterbatasan kemampuan fisik jangan sampai mematahkan semangat, untuk selalu melakukan yang terbaik.











































