Semua bermula ketika salah satu pendiri Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Aries Sudjoko Muljo, mendapatkan ujian dari Tuhan dengan kabar sakit kanker leukemia yang dialami sang putra, Priesnanda. Kala itu, ia sampai harus pergi ke Belanda pada tahun 1983 selama lima bulan dalam usaha pengobatan si buah hati.
"Lalu kita pulang. Dokternya pastikan punya alamat kita, nah nanti ada pasien lagi dari Indonesia, nanti dokternya bilang 'kamu cari keluarga ini' sharing ke sana. Biasanya yang dateng setelah saya itu menghubungi dan lama-lama ketemu," kisahnya kepada detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa tahun kemudian (berpikiran) 'kenapa sih kita nggak mendirikan yayasan aja supaya kita lebih maksimal untuk membantu?' Akhirnya tahun 1993 baru berdiri YOAI," kata Aries yang merupakan Wakil Ketua YOAI, mendampingi Rahmi Adi Putra Tahir sebagai ketua umum yayasan tersebut.
Anggota YOAI rekreasi di pantai. Foto: Aisyah Kamaliah/detikHealth |
Pendiri YOAI sendiri pun berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, ada yang merupakan seorang pekerja kantoran seperti Aries, bahkan ada juga yang seorang guru, arsitek, atau ibu rumah tangga biasa. Ada juga yang merupakan murni relawan meskipun tidak punya anak yang pasien kanker. Dengan komitmen yang kuat, mereka sampai harus mencuri-curi waktu luang untuk melakukan hal-hal yang memang bisa membantu banyak orang. Bisa dibilang, mereka harus selalu siap ketika membicarakan program yang telah mereka rencanakan.
"Sebetulnya, kita itu karena komitmen, tujuan kita karena rasa syukur, ingin membalas apa yang telah kita dapat anak kita bisa sembuh, dan supaya anak-anak yang tidak mampu bisa tertolong. Kita senang banget ngelihat anak yang berobat di sini enggak perlu ke luar negeri dan bisa sembuh," ujarnya seraya tersenyum.
YOAI terbilang aktif dalam penyebarluasan informasi, seminar umum, dan beberapa kali mendatangi dokter dari luar negeri untuk memberi seminar ilmiah pada dokter-dokter di berbagai daerah dan rumah sakit seperti Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Bantuan dana untuk anak-anak pasien kanker sering dilakukan dengan mendekati para orangtua pasien. Hingga awal berdiri sampai sekarang, terhitung sudah ada 1.000 anak yang telah mendapatkan bantuan dari YOAI.
Para ibu-ibu di balik Yayasan Onkologi Anak Indonesia. Foto: Aisyah Kamaliah/detikHealth |
"Kita dulu nggak punya kantor, kadang-kadang kita rapat itu di rumah siapa atau di rumah makan siapa itu bayar sendiri. Dapat tempat sementara di RS Dharmais, itu juga ngisi furniture pakai barang yang enggak kepakai di rumah, butuh meja untuk rapat 'wah ini aku punya', yang penting jalan."
Kini, usaha dari kesembilan pendiri YOAI membuahkan hasil. Ir Retno S. Soepardji, salah satu pendiri mengungkapkan ia tidak menyangka jalan YOAI untuk menyebarluaskan informasi soal kanker anak bisa berkembang menjadi seperti sekarang.
"Kami enggak menyangka jadi seluas ini, kami cuma emak-emak biasa yang ngimpi dan ternyata berhasil diwujudkan," kata Retno.
YOAI semakin berkembang dengan tiga pilarnya yakni Cancer Buster Community (CBC) yang merupakan komunitas survivor kanker anak, Parents Club, dan Family Supporting Group. YOAI juga merupakan anggota dari Childhood Cancer Internaional (CCI) yang beranggotakan 188 organisasi dari 98 negera di dunia. Setiap tahunnya, CCI menyelenggarakan kongres di negara berbeda. YOAI turut aktif mengirimkan delegasi untuk berbagi informasi di sana.
"Di YOAI mau tulus kerja, mau enggak pamrih apapun itu tempatnya. Tapi kalau ada pamrihnya itu orang enggak akan betah di YOAI, kerja enggak dibayar, tapi tetap saja kami komit. 25 tahun kan bukan waktu yang sebentar," tutup Aries.
Tonton juga 'Kanker Tak Halangi Mereka untuk Berkarya':
(ask/up)












































Anggota YOAI rekreasi di pantai. Foto: Aisyah Kamaliah/detikHealth
Para ibu-ibu di balik Yayasan Onkologi Anak Indonesia. Foto: Aisyah Kamaliah/detikHealth