Dituturkan oleh Prof Ivan Tack dari Toulouse School of Medicine, Paul Sabatier France University, bahwa kekurangan cairan dalam tubuh dapat berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, seperti batu ginjal, penyakit ginjal kronis dan bahkan gagal ginjal.
"Seharian penuh kita dapat kehilangan cairan dan mengisinya ulang lewat minum, makan dan renal saving. Seperti pada saat kita beraktivitas di siang hari dan saat tidur di malam hari," paparnya pada konferensi pers 2nd Indonesia Hydration and Health Conference di Gedung IMERI FKUI, Rabu (7/11/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain ginjal, ada juga penyakit kardiovaskular, cystitis (infeksi saluran kencing) dan kencing manis. Pada saat dehidrasi, tubuh akan mengeluarkan cairan lewat renal saving atau hormon arginine vasopressin (AVP) yang juga merupakan hormon stres seperti kortisol.
Ketua Indonesian Hydration Working Group (IHWG), dr Budi Wiweko, SpOG(K), MPH menyebutkan kondisi tersebut bisa menyebabkan hormon copeptin naik yang mudah mengakibatkan inflamasi pada seluruh tubuh.
"Tubuh mengompensasi dengan membuat jalan kita banyak kencing. Supaya nggak banyak kencing dibuatlah vasopresin (dan) copeptinnya naik. Inflamasinya di seluruh tubuh, kalau copeptin naik dia merangsang hormon lain Corticotrophin-releasing hormone atau hormon kortisol," kata dokter yang akrab disapa dr Iko ini.
"Hidrasi seringkali dilupakan dan air menjadi salah satu studi yang cukup jarang dipelajari dalam bidang nutrisi. Bahkan dalam piramida makanan dari tahun ke tahun, air sama sekali tidak disebutkan, misalnya di Amerika Serikat," imbuh Prof Stavros Kavouras dari Arizona State University yang juga hadir dalam acara tersebut.











































