Surabaya -
Penyakit disfungsi ereksi (DE) atau impoten seringkali menjadi suatu penyakit yang cukup tabu untuk menjadi pembahasan di masyarakat. Hal ini membuat banyaknya mitos yang menyebar, tanpa tahu fakta yang benar terjadi.
Dari data Asian Journal of Andrology di tahun 2011, sebanyak 15,1 persen anak muda dalam rentang usia 20 hingga 29 tahun mengalami impoten. Sedangkan pada usia 40 hingga 49 tahun, presentase pria terkena impoten mencapai 40,6 persen. Bahkan, pria berusia 60 hingga 69 tahun kenaikannya lebih tinggi yakni 70 persen yang terkena impoten.
Agar tak salah kaprah, berikut enam mitos dan fakta yang dipaparkan dokter spesialis andrologi dari RSU Dr Soetomo dan RS Adi Husada Surabaya, dr Susanto Suryaatmadja MS, Sp.And.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mitos: Disfungsi Ereksi adalah Proses Normal Penuaan
Foto: thinkstock
|
Banyak orang yang menganggap usia merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya Disfungsi Ereksi (DE) atau impoten. Mitosnya, impoten juga normal terjadi pada pria yang sudah lanjut usia.dr Susanto pun menampik hal ini. Dirinya mengaku sering menemui pria yang telah lanjut usia, bahkan berusia di atas 80 tahun namun masih bisa ereksi dengan baik. Bagi dr Susanto, impoten juga bisa menyerang seluruh pria, baik muda ataupun yang sudah lanjut usia.
"Mitosnya DE merupakan proses normal penuaan. Faktanya penyakit impoten memang lebih banyak terjadi pada pria yang telah berusia tua, namun DE juga bisa terjadi pada semua usia," tegas dr Susanto di Surabaya, Rabu (5/12/2018).
Mitos: DE Hanya Berpengaruh pada Pria Saja
Foto: thinkstock
|
Masyarakat sering menganggap jika DE memiliki banyak pengaruh pada pria. Padahal faktanya, tidak hanga berpengaruh pada pria saja, namun wanita juga terkena dampak dari penyakit yang hanya dialami pria ini.dr Susanto mengatakan impoten menyebabkan wanita merasakan hal-hal yang tidak nyaman. Seperti tidak didapatkannya kepuasan dalam bercinta.
"Impoten pada pria dapat menyebabkan adanya perasaan ketidakmampuan, frustasi dan rendahnya harga diri," lanjutnya.
Mitos: DE Terjadi Karena Kurangnya Gairah Seksual
Foto: thinkstock
|
Gairah seksual yang sangat rendah dianggap sebagian masyarakat menjadi salah satu penyebab dari timbulnya penyakit impoten. Padahal sebenarnya tidak. dr Susanto mengatakan impoten bisa disebabkan oleh berbagai hal, bukan hanya rendahnya gairah seksual saja.
"Faktanya banyak kondisi medis, pengobatan dan faktor psikologis yang dapat menyebabkan impoten," imbuh dr Susanto.
Mitos: Impoten Tak Butuh Konsultasi dengan Dokter
Foto: thinkstock
|
Faktanya, orang yang terkena impoten harus berkonsultasi dengan dokter. Karena dalam penanganan penyakit ini, perlu dicari sebuah penyakit yang mempengaruhi terjadinya impoten.dr Susanto mengatakan impoten bukan penyakit yang berdiri sendiri, karena penyakit ini sepaket dengan datangnya penyakit lain. Misalnya saja ada pria yang terkena impoten karena menderita diabetes atau penyakit jantung.
Jika penyakit diabetes atau jantungnya bisa disembuhkan, kemungkinan impoten yang dialami pria tersebut juga bisa sembuh.
"Pentingnya mengkonsultasikan kondisi ini dengan dokter. Karena pengobatan impoten harus dicari penyebabnya, kalau diabet ya diobati diabetnya. Pengobatan secara kedokteran, dengan terapi mencari penyebabnya. Konsultasikan dengan dokter, khususnya saat berobat tentang jantung ataupun diabetes," katanya.
Mitos: Impoten Bisa Diobati dengan Herbal
Foto: thinkstock
|
dr Susanto mengatakan kebiasaan masyarakat yang mengobati penyakit impoten dengan membeli obat di pinggir jalan itu salah besar. Dia menambahkan kebanyakan masyarakat memang cenderung malu untuk berkonsultasi dengan dokter. Kebanyakan juga mencari jalan pintas untuk berobat dengan membeli obat herbal di jalan."Kebanyakan pola pikir masyarakat memang malu. Biasanya orang beli di pinggir jalan, seperti Mak Erot, pernah pasien saya di dalam penisnya saya USG ada logam yang tertanam di situ," lanjutnya.
Mitos: Pria yang Tak Bisa Ereksi Selalu Merupakan Tanda Impotensi
Foto: thinkstock
|
Banyak masyarakat menganggap pria yang tak bisa ereksi di satu kesempatan, merupakan tanda awal terjadinya impotensi. Faktanya, dalam kondisi stres atau kelelahan, beberapa pria memang tak bisa ereksi.Namun, hal ini bersifat sementara dan tak akan berlangsung lama karena pria bisa kembali ereksi setelah kondisinya stabil dan sedang baik-baik saja.
"Faktanya beberapa pria terkadang tidak dapat ereksi karena dalam kondisi kelelahan atau stres atau sedang tak mood. Hal ini sifatnya sementara," pungkasnya.
Banyak orang yang menganggap usia merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya Disfungsi Ereksi (DE) atau impoten. Mitosnya, impoten juga normal terjadi pada pria yang sudah lanjut usia.
dr Susanto pun menampik hal ini. Dirinya mengaku sering menemui pria yang telah lanjut usia, bahkan berusia di atas 80 tahun namun masih bisa ereksi dengan baik. Bagi dr Susanto, impoten juga bisa menyerang seluruh pria, baik muda ataupun yang sudah lanjut usia.
"Mitosnya DE merupakan proses normal penuaan. Faktanya penyakit impoten memang lebih banyak terjadi pada pria yang telah berusia tua, namun DE juga bisa terjadi pada semua usia," tegas dr Susanto di Surabaya, Rabu (5/12/2018).
Masyarakat sering menganggap jika DE memiliki banyak pengaruh pada pria. Padahal faktanya, tidak hanga berpengaruh pada pria saja, namun wanita juga terkena dampak dari penyakit yang hanya dialami pria ini.
dr Susanto mengatakan impoten menyebabkan wanita merasakan hal-hal yang tidak nyaman. Seperti tidak didapatkannya kepuasan dalam bercinta.
"Impoten pada pria dapat menyebabkan adanya perasaan ketidakmampuan, frustasi dan rendahnya harga diri," lanjutnya.
Gairah seksual yang sangat rendah dianggap sebagian masyarakat menjadi salah satu penyebab dari timbulnya penyakit impoten. Padahal sebenarnya tidak. dr Susanto mengatakan impoten bisa disebabkan oleh berbagai hal, bukan hanya rendahnya gairah seksual saja.
"Faktanya banyak kondisi medis, pengobatan dan faktor psikologis yang dapat menyebabkan impoten," imbuh dr Susanto.
Faktanya, orang yang terkena impoten harus berkonsultasi dengan dokter. Karena dalam penanganan penyakit ini, perlu dicari sebuah penyakit yang mempengaruhi terjadinya impoten.
dr Susanto mengatakan impoten bukan penyakit yang berdiri sendiri, karena penyakit ini sepaket dengan datangnya penyakit lain. Misalnya saja ada pria yang terkena impoten karena menderita diabetes atau penyakit jantung.
Jika penyakit diabetes atau jantungnya bisa disembuhkan, kemungkinan impoten yang dialami pria tersebut juga bisa sembuh.
"Pentingnya mengkonsultasikan kondisi ini dengan dokter. Karena pengobatan impoten harus dicari penyebabnya, kalau diabet ya diobati diabetnya. Pengobatan secara kedokteran, dengan terapi mencari penyebabnya. Konsultasikan dengan dokter, khususnya saat berobat tentang jantung ataupun diabetes," katanya.
dr Susanto mengatakan kebiasaan masyarakat yang mengobati penyakit impoten dengan membeli obat di pinggir jalan itu salah besar. Dia menambahkan kebanyakan masyarakat memang cenderung malu untuk berkonsultasi dengan dokter. Kebanyakan juga mencari jalan pintas untuk berobat dengan membeli obat herbal di jalan.
"Kebanyakan pola pikir masyarakat memang malu. Biasanya orang beli di pinggir jalan, seperti Mak Erot, pernah pasien saya di dalam penisnya saya USG ada logam yang tertanam di situ," lanjutnya.
Banyak masyarakat menganggap pria yang tak bisa ereksi di satu kesempatan, merupakan tanda awal terjadinya impotensi. Faktanya, dalam kondisi stres atau kelelahan, beberapa pria memang tak bisa ereksi.
Namun, hal ini bersifat sementara dan tak akan berlangsung lama karena pria bisa kembali ereksi setelah kondisinya stabil dan sedang baik-baik saja.
"Faktanya beberapa pria terkadang tidak dapat ereksi karena dalam kondisi kelelahan atau stres atau sedang tak mood. Hal ini sifatnya sementara," pungkasnya.
(frp/up)