Namun, sehari setelah ibunya, Leah (30) membawanya pulang ke rumah, ia mulai menampakkan perubahan. Jack mulai menangis terus-menerus tanpa henti. Bayi menangis adalah hal yang normal, itu lah anggapan Leah. Namun tangisan Jack tidak wajar.
"Jack masih belum berhenti menangis saat itu. Tidak berlebihan, Jack menangis selama 15 jam berturut-turut," ungkapnya dikutip dari Daily Mail.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun dilarikan lagi ke rumah sakit di usianya lima hari. Dokter awalnya mengira bahwa Jack mengalami kejang biasa. Namun seorang perawat mengatakan ada yang tidak beres pada diri Jack.
Jack pun harus dikirim ke Children's Healthcare of Atlanta (CHOA), dan menemui spesialis pediatrik terbaik di negara bagian itu. Kondisinya semakin memburuk, ia keluar masuk rumah sakit hingga usianya menjelang tiga bulan.
Pemeriksaan dengan MRI pun dilakukan, ahli saraf mengatakan bahwa Jack mengidap penyakit terminal Mitochondrial, yang membuat otaknya mulai berhenti tumbuh dan bisa mematikan.
"Mereka memberi tahu kami bahwa tidak ada harapan," kata Leah.
Namun dua bulan kemudian, Jack akhirnya didiagnosis dengan Pyridoxine Dependent Epilepsy (PDE), penyakit langka yang sering membuat bayi kejang dan sangat sulit dikendalikan.
Berbagai macam obat dan perawatan terus diberikan kepada Jack agar nyawanya terselamatkan.
"Kami melewati enam bulan seperti neraka dan putra kami hampir meninggal karena kondisi yang sebenarnya dapat disembuhkan," tutur Leah.
Leah dan suami berjuang sangat keras, memberikan enam terapi pada Jack per minggu. Hingga akhirnya Jack memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari sebelumnya dan kini sudah berusia dua tahun.
"Saya berharap semua ibu yang menghadapi situasi ini tidak akan kewalahan dengan diagnosis berat, tetapi sebaliknya akan menggunakan kesempatan ini untuk bangkit dan membuat kualitas hidup terbaik untuk anak mereka," harapnya.
(wdw/up)











































