Pada stadium awal, pasien gagal ginjal biasanya menjalani pengobatan hemodialisis atau CAPD, sementara pada stadium akhir dilakukan transplantasi.
Berdasarkan biaya, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengatakan bahwa CAPD lebih efisien dibandingkan dengan cuci darah karena bisa dilakukan di rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain efisien dalam pembiayaan, CAPD juga memiliki beberapa kelebihan. Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB Pernefri), dr Aida Lydia, PhD, SpPP-KGH menyebutkan bahwa pasien bisa melakukan pengobatan secara mandiri di rumah.
Namun dr Aida mengatakan hingga kini baru dua persen dari total pasien gagal ginjal yang menjalani pengobatan dengan CAPD ini. Pengobatan dengan cara ini dirasa belum populer di kalangan masyarakat.
"Kenapa kecil? Mungkin ada beberapa kendala, pelayanan CAPD musti memiliki beberapa sarana prasarana, dari SDM perawat CAPD yang dedicated belum banyak, terutama yang di daerah terpencil," jelasnya.
"Kedua pasien CAPD ini mandiri dalam arti kegiatan mereka lakukan mengganti cairan CAPD sebanyak 2 liter cairan ke dalam membran perut atau membran filtrasi, pasien harus mengganti cairan itu empat kali sehari harus dilatih dengan cukup. Kendala lain adalah dari segi distribusi cairan terutama di daerah terpencil, cairan dikirim ke rumah pasien, sehari empat kali, sebulan berapa?" lanjut dr Aida.
CAPD merupakan metode di mana sebuah kateter dipasang di dalam perut, khususnya ke dalam rongga peritoneum. Pemasangan ini dilakukan melalui tindakan operasi. Setelah kateter tersebut terpasang, digunakan cairan dialisat untuk membilas rongga peritoneum tempat kateter berada. Kateter tersebut berfungsi sebagai sarana cuci darah yang berlangsung sepanjang hari, seperti dikutip dari Mayo Clinic.
(wdw/up)











































