"Tersedianya obat yang tidak terlalu mahal akan menghemat anggaran penyakit katastropik, yang juga berdampak baik pada tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan," kata Staff Riset dan Advokasi Isu Kesehatan dan Perburuhan Indonesia for Global Justice (IGJ) Muhammad Teguh Maulana, dalam riset yang diterima detikHealth pada Sabtu (16/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam data IGJ, penyakit katastropik gangguan jantung menelan biaya pengobatan hingga 52 persen. Selanjutnya adalah kanker sebesar 16 persen, stroke dengan 13 persen, gagal ginjal sebesar 12 persen, talasemia atau kelainan darah dengan 2,3 persen), hemofilia atau gangguan pembekuan darah sebesar 1,7 persen, 1,6 persen untukk hepatitis, dan 1,5 persen untuk leukimia.
Selain untuk penyakit katastropik, akses obat yang lebih mudah juga harus diperoleh penderita penyakit langka. Minimnya ketersediaan obat, mengakibatkan keluarga pasien harus berburu hingga luar negeri. Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia Indriani Ginoto berharap debat bisa memberi alternatif akses obat langka yang lebih mudah misal memangkas perizinan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), memotong pajak, dan menyediakan versi generik.
Simak juga vido Perang Gagasan Ide 'Halal' Ma'ruf-Sandiaga di Debat Ketiga!:
(up/up)











































