Pada saat usinya dua tahun, dokter mengatakan pada keluarganya bahwa Sarah tidak akan bisa berjalan. Sarah pun divonis akan menggunakan kursi roda seumur hidupnya.'
"Saya dilahirkan dengan otot kaki yang hilang sehingga saya tidak bisa menekuknya dengan benar," katanya dikutip dari Daily Mail.
Kondisinya itu merupakan kondisi genetik, yang mana ayah, bibi, dan kakeknya mengalami kondisi serupa. Sindrom ini disebabkan oleh kesalahan pada gen yang disebut LMX1B dan diwariskan.
Namun sang ibu, Helen, bertekad untuk membuat hidup anaknya menjadi normal. Hingga tahun 2012, Sarah pun menjalani sepuluh kali operasi untuk memperkuat otot kakinya,
Pada usia lima, tujuh, dan 11 tahun, Sarah harus mengenakan alat peregangan otot-otot di kedua kakinya. Alat itu dipasangkan pin yang menembus kakinya dan meninggalkan bekas luka.
"Kerangka itu sakit, dokter mengencangkannya sehingga benar-benar sakit. Saya pikir teman-teman sekelas saya memanggil saya karena mereka bingung mengapa saya memakai itu," tuturnya.
Setiap kali operasi, Sarah harus belajar berjalan. Meski ia merasa lelah dengan kondisinya, namun ia tetap semangat untuk tetap berjalan.
"Setelah saya melepaskan gips, dia (ibu -red) terus mengajari saya cara berjalan, dengan lembut membujuk saya berjalan di sekitar rumah," ungkap Sarah.
Belum sampai di situ, Sarah mengalami intimidasi di sekolahnya. Ia di-bully teman-temannya dengan ungkapan 'cacat' karena Sarah masih bergantung pada kursi rodanya.
"Pengganggu memanggil saya 'kaki pasak' dan 'gadis cacat'. Diintimidasi membuat saya kesal, tetapi saya belajar menepisnya," akunya.
Sarah pun memiliki pandangan yang positif terhadap hidupnya. Ia berjanji tidak akan membiarkan kecacatannya bertahan. Lama-kelamaan, proses berjalannya semakin lancar dan ia akan menjalani operasi lagi.
Karena masalah yang dialaminya sebagai seorang anak, Sarah ingin membantu anak-anak yang memiliki masalah kesehatan mental.
"Suatu hari aku berharap bisa mengendarai sepeda dan bisa berjalan menyusuri lorong di hari pernikahanku," harapnya.