Perosotan air tersebut terkenal dengan turunannya yang sangat curam, dengan panjang 83 meter. London ditemani oleh sang ayah menaiki puncaknya sebelum meluncur keluar perosotan dengan keadaan mengalami serangan jantung.
"London memandang ayahnya, memberi dua jempol dan tersenyum, meluncur di perosotan dan keluar dengan serangan jantung. Kesenangan itu mengacaukan ritme jantungnya. Turunan perosotan itu punya suara latar seperti denyut jantung untuk membuatnya lebih seram. Siapa yang akan mengira ia (London) akan keluar tanpa satupun (denyut jantung)?" kata sang ibu, Tina, dikutip dari The Sun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
London kemudian diterbangkan ke rumah sakit setelah diketahui mengalami cedera otak parah karena kekurangan oksigen dan meninggal sembilan hari setelah insiden tersebut.
Tina dan suami membentuk yayasan non-profit usai kematian London. Bernama London Strong Foundation, yayasan ini mengajarkan latihan CPR, mengimbau para orang tua untuk melakukan skrining jantung pada anak dan membagikan defibrilator (yang tidak digunakan pada London saat mengalami gagal jantung) pada komunitas-komunitas lokal.
"Kamu harus merespon, kamu tak punya waktu untuk menunggu. Kurasa orang-orang takut dengan defibrilator, tapi mereka sangat mudah untuk digunakan. (Alat) inilah yang dibutuhkan untuk mengembalikan ritme (jantung) seperti semula," pungkas Tina.











































