Masalah Kejiwaan di Balik Fenomena Pria Makan Kucing

Round Up

Masalah Kejiwaan di Balik Fenomena Pria Makan Kucing

Rosmha Widiyani - detikHealth
Kamis, 01 Agu 2019 07:27 WIB
Abah Grandong memangsa kucing hidup-hidup untuk menakut-nakuti (Foto: iStock)
Jakarta - Masyarakat di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat geger karena aksi makan kucing dari pria yang disebut Abah Grandong. Polisi menduga, aksi tersebut adalah unjuk gigi pelaku untuk mengusir pedagang dari lahan yang dijaganya.

Menurut psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ dari Rumah Sakit Dr H Marzuki Mahdi (RSMM), Bogor, perilaku makan kucing bisa menandai adanya gangguan jiwa atau emosional. Hal ini hanya bisa ditentukan lewat pemeriksaan yang menyeluruh.

"Untuk gangguan kepribadian, mungkin bisa saja mengalami borderline atau antisosial yang sama-sama berada di cluster B gangguan kejiwaan. Sedangkan untuk gangguan yang bersifat psikologis, ada kemungkinan ingin show off dengan beberapa latar belakang," kata dr Lahargo.



Menurutnya, gangguan borderline dan antisosial sama-sama bisa dicirikan dengan perilaku kerap menyiksa binatang. Tujuan utamanya adalah menyalurkan keinginan dan memenuhi rasa puas dengan cara menyakiti binatang. Hal ini berbeda dengan show off yang sebetulnya hanya ingin menarik perhatian, diterima, atau dihargai lingkungan sekitar.

Terkait show off, ada beberapa hal yang bisa mendorong perilaku tersebut. Salah satunya adalah rasa tidak aman (insecurity) pada diri pelaku karena merasa tidak cukup kompeten atau percaya diri. Pelaku merasa harus melakukan sesuatu yang luar biasa hingga membuat orang lain percaya kemampuannya.

"Apa iya harus sampai makan kucing? Bergantung dari dampak atau lompatan yang ingin ditimbulkan. Semakin ekstrem biasanya makin menarik perhatian lingkungan sekitar. Jika ada rasa tertarik atau muncul respon sesuai keinginan pelaku, maka tujuan dari perilaku itu tercapai," kata dr Lahargo.

Kemungkinan kedua adalah memori masa kecil yang tidak mendapat cukup apresiasi dari orangtua atau lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan pelaku menjadi seorang attention seeker demi memenuhi keinginan dihargai dan diperhatikan. Yang ketiga adalah dorongan ingin diterima kelompok dan lingkungan sekitar. Faktor ini terkait juga dengan rasa insecurity dari pelaku.



Aksi makan kucing yang tujuannya menakut-nakuti pedagang, ternyata memunculkan reaksi lain. Misal mereka yang merasa jijik atau mual merespon perilaku tersebut.

"Ekspresi jijik atau mau muntah adalah reaksi yang wajar dan spontan yang kita sebut reaktif. Reaksi ini bisa muncul karena manusia adalah makhluk sosial yang muncul simpati jika berhadapan dengan perilaku seperti itu," kata dr Lahargo.

Reaksi tersebut bisa makin kuat bila yang menyaksikan pernah punya hubungan yang dekat dengan kucing. Perasaan melihat hewan yang disayangi mendapat perlakuan buruk akan mendatangkan emosi yang sangat kuat.

Ekspresi takut, menurut dr Lahargo adàlah hal yang wajar. Respon ini sesuai dengan tujuan Abah Grandong, yakni menakut-nakuti mereka yang mendengar cerita atau melihat langsung perilaku makan kucing. Yang merasa takut diharapkan segera menjauh dari lahan yang dijaga Abah Grandong.



Respon terbaik menghadapi perilaku makan kucing, menurut dr Lahargo, adalah aksi proaktif. Aksi ini meliputi usaha mendekati pelaku, mencari tahu sebabnya, dan mengajaknya ke fasilitas layanan terdekat. Pelaku bisa mendapat terapi sesuai diagnosa dan gangguan yang dialami.

Dikutip dari detikcom, Abah Grandong berencana menyerahkan diri pada polisi. Menurut Wakapolres Jakpus AKBP Arie Ardian, pihaknya akan menunggu itikad baik tersebut. Abah Grandong disebut akan memberikan keterangan tentang aksi makan kucing pada Kamis (1/8/2019).




(up/up)