Penyintas kanker payudara HER2 positif metastatik (sudah menyebar ke jaringan lain), Juniarti Tanjung, yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan mandiri kelas 1A menyayangkan adanya kenaikan iuran. Menurutnya hal itu akan memberatkan pasien, terutama bagi mereka yang datang dari kalangan bawah. Sebab biaya pengobatan kanker payudara HER2 positif, yang merupakan tipe kanker payudara paling ganas, memerlukan dana yang tidak sedikit.
"Pasti memberatkan pasien. Pasien kalangan bawah itu kan rata-rata anaknya jarang 1. Sementara dia cuma punya suami penghasilannya UMR (Upah Minimum Regional). Berarti (bayar BPJS Kesehatan saja) sudah 10 persen dari gaji. Sementara dia harus biayai sekolah dan living cost. Rata-rata sekarang di bawah Rp 50 ribu itu udah susah loh. Belum lagi transport, dan lain-lain," jelas Juni saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juniarti Tanjung, penyintas kanker payudara HER2 positif stadium 3 yang sudah dinyatakan 'sehat' tahun ini. Foto: Nabila Ulfa Jayanti/detikHealth |
Juni beranggapan kenaikan iuran harus diimbangi dengan pelayanan yang makin baik. Sebab selama ini tidak semua bisa merasakan manfaatnya.
Ia mengaku dari sekitar 30 orang yang butuh obat trastuzumab untuk pengendalian kanker payudara HER2 positif, hanya dia yang mendapatkannya. Alhasil yang lain harus menggunakan uang sendiri karena banyaknya hambatan.
"Buktinya, di lapangan belum dijalankan malah tidak diinfokan (soal obat trastuzumab). Kita kan sedih sudah dibebani kenaikan. Tapi yang benefit yang lu kasih dulu aja tuh perjalanannya belum bagus. Jadi gimana dong kita mau dukung," pungkasnya.
Untuk itu Juni berharap adanya perbaikan sistem internal dari BPJS Kesehatan terlebih dahulu. Jika pengawasan dan audit dilakukan dengan benar, barulah kenaikan iuran bisa setimpal dengan pelayanan yang didapat.
(up/up)












































Juniarti Tanjung, penyintas kanker payudara HER2 positif stadium 3 yang sudah dinyatakan 'sehat' tahun ini. Foto: Nabila Ulfa Jayanti/detikHealth