Umumnya, mumi atau mayat yang diawetkan, dibuat dengan sengaja untuk tujuan tertentu. Orang Mesir kuno misalnya, melakukannya dengan balsem dan balutan kain pada jasad para bangsawan.
Meski jarang, mumi juga bisa terbentuk secara alami. Ini terjadi pada beberapa kasus yang ditemukan di pegunungan es atau di gurun. Kondisi ekstrem, baik sangat dingin maupun sangat kering, bisa menghambat proses penguraian sehingga jasad tetap utuh dalam waktu lama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mayat yang tergeletak di lingkungan kering dan gersang disebut bisa menjadi mumi dalam dua pekan, dan memakan waktu beberapa bulan dalam lingkungan tertutup. Di alam liar, bisa membutuhkan waktu hingga tiga bulan.
Normalnya, proses penguraian mayat terjadi ketika ada enzim tertentu mulai memecah sel di tubuh. Kondisi lingkungan yang ekstrem menyebabkan mayat kehilangan cairan dengan cepat sehingga enzim tersebut tidak bekerja.
Selain temperatur dan kelembaban, pH atau kadar keasaman lingkungan juga berpengaruh pada proses mumifikasi. Tollund man, mumi legendaris yang ditemukan di Denmark pada 1950, merupakan contoh terbaik mumi alami yang terbentuk di lingkungan rawa gambut yang asam. Sesuai tempatnya ditemukan, mumi ini dijuluki 'bog body'.
(up/fds)











































