Sederet Bahaya Rokok Elektrik Menurut Dokter-dokter Top Indonesia

Sederet Bahaya Rokok Elektrik Menurut Dokter-dokter Top Indonesia

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Rabu, 15 Jan 2020 17:47 WIB
Sederet Bahaya Rokok Elektrik Menurut Dokter-dokter Top Indonesia
Pengguna vape ramai-ramai memajang rontgen paru (Foto: dok. Pentolan Vape Jawa Timur / PVJT)
Jakarta - Mayoritas masyarakat percaya rokok elektrik tidak mengandung tar ataupun sederet senyawa kimia seperti pada rokok konvensional sehingga kerap dianggap lebih aman. Padahal semua jenis rokok baik konvensional maupun elektrik punya bahaya yang sama dan salah satu jenis tidak lebih baik dari lainnya.

Ada banyak sekali bahaya dan dampak yang timbul dari penggunaan rokok elektrik baik dalam jangka pendek maupun panjang. Apapun jenis inhalasi akan mengganggu respirasi dalam tubuh.

Bahaya penggunaannya pun tak hanya pada paru saja. Berikut sederet risiko penggunaan vape yang patut diketahui.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Menurut dokter paru

Foto: Agung Pambudhy
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) menjelaskan ada beberapa alasan vape tidak boleh dikatakan lebih 'aman' rokok konvensional. Pertama adalah keduanya sama-sama mengandung nikotin. Nikotin memiliki dampak adiksi sehingga membuat seseorang sulit berhenti mengonsumsinya.

"Jika masuk di pembuluh darah akan berhunungan dengan kardiovaskular. Ada karsinogen yang menginduksi kanker paru," turur dr Agus.

Selain itu, vape juga punya senyawa karsinogen yang bisa merangsang kanker. Beberapa studi telah menunjukkan bahan karsinogen tidak hanya pada rokok konvensional tapi juga elektrik.

"Rokok konvensional memang tidak menimbulkan kanker paru dalam sehari, butuh kurang lebih 15 tahun. Tentunya tidak berbeda dengan rokok elektrik. Semakin lama dan semakin dini mengonsumsi akan mempercepat kanker," tambah dr Agus.

Menurut dokter jantung

Foto: iStock
Spesialis jantung dan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr Vito A Damay, SpJP menyebut saat ini ada ancaman 'kekinian' yang muncul karena melibatkan remaja. Rokok elektrik sering disebut tidak berbahaya sehingga banyak yang mencoba padahal efeknya pun sama buruk.

"Perubahan struktur jantung, kerusakan pembuluh darah yang meningkatkan risiko serangan jantung dan sederet efek lain," kata dr Vito.

Efek vape pun tak hanya pada pernapasan tetapi juga pembuluh darah. Penggunaan rokok elektrok akan mempengaruhi komposisi darah dan juga sistem imun pada tubuh sehingga menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah di usia produktif.

Menurut dokter anak

Foto: thinkstock
"Rokok elektrinik tidak lebih aman dari konvensional. Pada sifarnya yg mencoba, anak yang mencoba itu sudah dibuktikan bahwa sekali mencoba akan terus dilakukan," demikian penuturan dari Sekertaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Mayung Sambo, SpA(K).

Perkembangan otak akan jalan terus mulai sejak dalam kandungan sampai usia 25 tahun. Semakin dini anak terpajan rokok elektrik, kerusakan otak semakin jelas. Sehingga apabila nikotin sudah menempel di sel saraf, untuk menghilangkan efeknya akan susah.

"Bayangkan apabila yang terpajan adalah ibu hamil. Dari trimester pertama, sel saraf dan otak janin terbentuk. Pajanan nikotin pada ibu hamil yang kena ke janin erat sekali kaitannya dengan kerusakan memori, depresi, dan kemunduran sel saraf baik segera atau kemudian hari pada anak," pungkas dr Mayung.

Halaman 2 dari 4
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) menjelaskan ada beberapa alasan vape tidak boleh dikatakan lebih 'aman' rokok konvensional. Pertama adalah keduanya sama-sama mengandung nikotin. Nikotin memiliki dampak adiksi sehingga membuat seseorang sulit berhenti mengonsumsinya.

"Jika masuk di pembuluh darah akan berhunungan dengan kardiovaskular. Ada karsinogen yang menginduksi kanker paru," turur dr Agus.

Selain itu, vape juga punya senyawa karsinogen yang bisa merangsang kanker. Beberapa studi telah menunjukkan bahan karsinogen tidak hanya pada rokok konvensional tapi juga elektrik.

"Rokok konvensional memang tidak menimbulkan kanker paru dalam sehari, butuh kurang lebih 15 tahun. Tentunya tidak berbeda dengan rokok elektrik. Semakin lama dan semakin dini mengonsumsi akan mempercepat kanker," tambah dr Agus.

Spesialis jantung dan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr Vito A Damay, SpJP menyebut saat ini ada ancaman 'kekinian' yang muncul karena melibatkan remaja. Rokok elektrik sering disebut tidak berbahaya sehingga banyak yang mencoba padahal efeknya pun sama buruk.

"Perubahan struktur jantung, kerusakan pembuluh darah yang meningkatkan risiko serangan jantung dan sederet efek lain," kata dr Vito.

Efek vape pun tak hanya pada pernapasan tetapi juga pembuluh darah. Penggunaan rokok elektrok akan mempengaruhi komposisi darah dan juga sistem imun pada tubuh sehingga menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah di usia produktif.

"Rokok elektrinik tidak lebih aman dari konvensional. Pada sifarnya yg mencoba, anak yang mencoba itu sudah dibuktikan bahwa sekali mencoba akan terus dilakukan," demikian penuturan dari Sekertaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Mayung Sambo, SpA(K).

Perkembangan otak akan jalan terus mulai sejak dalam kandungan sampai usia 25 tahun. Semakin dini anak terpajan rokok elektrik, kerusakan otak semakin jelas. Sehingga apabila nikotin sudah menempel di sel saraf, untuk menghilangkan efeknya akan susah.

"Bayangkan apabila yang terpajan adalah ibu hamil. Dari trimester pertama, sel saraf dan otak janin terbentuk. Pajanan nikotin pada ibu hamil yang kena ke janin erat sekali kaitannya dengan kerusakan memori, depresi, dan kemunduran sel saraf baik segera atau kemudian hari pada anak," pungkas dr Mayung.

(kna/up)

Berita Terkait