Studi dari University of Waterloo di Kanada menemukan bukti bahwa manusia prasejarah tidak hanya didorong oleh norma sosial dalam menerapkan monogami, tetapi juga karena kekhawatiran penyebaran IMS. Pada masyarakat berburu-berkumpul, pria umumnya memang memiliki beberapa pasangan seksual supaya kemungkinan memiliki banyak keturunan lebih besar.
Namun, hubungan seks yang tidak aman, termasuk tanpa kondom dan berganti-ganti pasangan ditemukan peneliti juga meningkatkan risiko infeksi yang bisa berujung pada infertilitas jika tidak diobati. Infeksi tersebut misalnya saja sifilis, klamidia, dan gonorrhea. Dalam studi ini, peneliti menemukan dulunya, kejadian IMS cenderung lebih rendah pada sekelompok masyarakat dengan jumlah maksimal orang dewasa yang aktif secara seksual 30 orang dan jarang berganti-ganti pasangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 7 Fakta Seputar Penyakit Menular Seksual yang Masih Jarang Diketahui
Bauch yang juga profesor matematika terapan di University of Waterloo ini menambahkan, studinya menemukan bahwa pria pada zaman dulu yang tidak mematuhi monogami akan diberi hukuman oleh pria lain. Namun, tidak diketahui apa hukuman tersebut. Ia menambahkan, penelitian ini menunjukkan bagaimana peristiwa dalam sistem alam seperti penyebaran IMS bisa berpengaruh pada perkembangan norma sosial.
"Kita tidak bisa memahami norma sosial tanpa memahami asal-usulnya di lingkungan alam kita. Norma sosial kita dibentuk lingkungan alam dan pada gilirannya, lingkungan dibentuk oleh norma sosial," tambah Brauch, demikian dikutip dari Sydney Morning Herald, Jumat (15/4/2016).
Ia dan timnya juga mencatat, IMS bisa saja hanya menjadi salah satu faktor praktik monogami, bahkan di kehidupan saat ini. Tapi, tak bisa dikesampingkan pula faktor lain yang berperan penting seperti religi, pilihan pihak wanita, teknologi, dan budaya. Studi ini sudah diterbitkan di Nature Communications.
Baca juga: Hiii, Begini Lho Akibatnya Kalau Sifilis Tak Diobati (rdn/vit)











































