Akibat Sindrom 'Tak Bisa Diam', Pasangan Ini Tak Bisa Pegangan Tangan

Akibat Sindrom 'Tak Bisa Diam', Pasangan Ini Tak Bisa Pegangan Tangan

- detikHealth
Jumat, 07 Feb 2014 13:46 WIB
Akibat Sindrom Tak Bisa Diam, Pasangan Ini Tak Bisa Pegangan Tangan
Foto: dok. Joannou Fam
New York -

Berjalan dan mengobrol sembari berpegangan tangan dengan pasangan tentu menjadi hal yang menyenangkan. Tapi selama 13 tahun, pasangan ini tak pernah bisa melakukannya karena sang suami menderita sindrom Tourette alias sindrom 'tak bisa diam'. Namun akhirnya kini mereka bisa berpegangan tangan untuk pertama kalinya.

Andrew Joannou (46) menderita sindrom Tourette, yaitu penyakit saraf yang membuat seseorang sering mengeluarkan ucapan atau gerakan spontan (tic) tanpa bisa mengontrolnya. Penderita terlihat selalu berisik dan tidak pernah tenang sehingga banyak orang tidak tahan berdekatan dengan mereka.

Contoh tic sederhana seperti sering mengedipkan mata, leher yang tegang, mengangkat bahu terus menerus, mengedutkan wajah, mendecakkan lidah, berdeham, latah dengan mengeluarkan kata-kata yang didengar, bahkan mengeluarkan kata-kata kotor. Sedangkan tic motorik yang kompleks seperti mimik wajah tertentu, memperbaiki posisi badan, melompat, atau mencium barang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerakan tak terkendali Andrew termasuk menonjok kepalanya sendiri dan bersumpah tak terkendali. Tetapi Amy Joannou (39), istrinya, tak pernah mempermasalahkan hal itu. Pada kencan pertama mereka misalnya, tic membuat Andrew melemparkan garpu, dan Amy hanya menyingkirkan garpu miliknya secara diam-diam.

Yang mereka sesali, tic membuat berpegangan tangan menjadi kegiatan yang berbahaya bagi pasangan itu.

"Saat kami berjalan sembari bergandengan tangan, Andrew akan mengalami tic terhuyung, dan itu cukup menyentak lengan saya. Ada kalanya juga ketika kami berdua nyaris terjatuh ke tanah," ungkap Amy.

Menyiasati tic itu, Amy biasanya meletakkan lengannya di sekitar pinggang Andrew dan memegangi ikat pinggang pria itu agar ia tidak jatuh ketika berjalan bersama. Tapi menurut Amy, itu tidak terasa seperti benar-benar bergandengan tangan.

"Ketika kalian berpegangan tangan, menurut saya itu seprerti kalian berdua menjadi satu. Kalian terhubung dan seolah bisa merasakan denyut nadi pasangan di tangan."

Setelah berpuluh tahun mengalami gejala yang semakin parah, Andrew akhirnya memutuskan untuk menjalani operasi stimulasi bagian dalam otak. Dr Brian Kopell, pengelola Mount Sinai Hospital’s Center for Neuromodulation di New York, mengatakan bahwa bila operasi itu berhasil, hasil yang menakjubkan bisa saja terjadi.

Kopell telah melakukan 600 hingga 700 operasi stimulasi otak sepanjang karirnya. Biasanya operasi itu diperuntukkan bagi pasien Parkinson atau pasien dengan gangguan gerak. Namun, ia juga pernah melakukannya untuk penderita sindrom Tourette.

Kopell dan timnya menanamkan sebuah alat ke dalam otak Andrew untuk menghentikan gerakan spontan yang biasa ia alami. Butuh tiga operasi untuk menanamkan alat sekaligus baterainya. September lalu, akhirnya para dokter siap menyalakan alat itu dan melihat apakah benda itu bekerja dengan baik

Hasilnya menakjubkan, tic Andrew yang biasanya ekstrem itu seketika berhenti. Ia bisa duduk dengan tenang dan berjalan dengan benar.

"Menakjubkan," ujar Andrew. "Secara fisik saya bisa duduk dengan tenang, bisa berjalan, dan bisa diam."

Setelah operasi itu, Andrew bisa berjalan-jalan sembari menggenggam tangan istrinya tanpa mengalami tic aneh yang membahayakan mereka. Kejadian itu kemudian membuat Amy menangis haru.

"Rasanya seperti kami berkencan lagi," tutur Amy sebagaimana dikutip dari ABC News, Jumat (7/2/2014).

(vit/vit)

Berita Terkait