Didiagnosis CML Saat Berumur 6 Tahun, Given Tetap Semangat dan Ceria

True Story

Didiagnosis CML Saat Berumur 6 Tahun, Given Tetap Semangat dan Ceria

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Kamis, 29 Sep 2016 11:02 WIB
Didiagnosis CML Saat Berumur 6 Tahun, Given Tetap Semangat dan Ceria
Given bersama orang tuanya/ Foto: Radian Nyi S
Jakarta - Sekilas, tak ada yang berbeda dengan Given Ediyan Histia (13) jika dibandingkan dengan anak seusianya. Ia adalah anak yang ceria dan enerjik. Namun, tak ada yang menyangka jika 7 tahun sudah Given hidup dengan Chronic Myeloid Leukemia (CML) atau dalam bahasa Indonesia disebut Leukemia Granulositik Kronik (LGK).

Ya, saat duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD), tepatnya ketika berumur 6 tahun, Given didiagnosis CML. Gejala CML yang dialami Given yakni panas tinggi kemudian suhunya naik-turun, plus mual muntah. Kala itu, kebetulan sedang musim penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

"Jadi saat itu kita mikirnya ya DBD. Tapi lama-lama Given nggak bisa jalan, kakinya kaku dan tegang. Sempat dirawat dan diperiksa darah memang leukositnya tinggi. Tapi nggak sembuh-sembuh dan dokter bilang kayaknya ada penyakit lain," kata ibu Given, Jane.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun diminta melakukan tes Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) dan saat itu Given dicurigai leukemia. Kemudian, Given menjalani Bone Marrow Puncture (BMP) di RS Cipto Mangunkusumo dan ditegakkanlah diagnosa bahwa Given terkena leukemia.

Saat itu, Given hanya tahu dirinya sakit karena kadar sel darah putih di tubuhnya terlalu banyak. Baru ketika duduk di kelas 3 SD, ia tahu dirinya mengidap leukemia.

"Waktu itu pas tahu sakit leukemia biasa aja sih," ujar Given saat berbincang dengan detikHealth usai disukusi bersama Himpunan Masyarakat Peduli Elgeka baru-baru ini.

Pihak sekolah pun akhirnya tahu Given terkena leukemia karena bocah yang hobi futsal ini pernah menanyakan tentang kanker darah ketika ada seminar di sekolah. Saat ini, Given mengonsumsi imatinib mesylate 300 mg. Agar tidak mual, ia mengakalinya dengan meminum obat itu tengah malam.

Baca juga: Semangat Haifa, Remaja yang Didiagnosis CML Saat Berusia 16 Tahun

Jadi, setiap pukul 12 malam Jane ataupun sang suami, Edi akan membangunkan Given. Setelah minum obat, anak kedua dari 3 bersaudara itu tidur kembali. Sebelumnya, Given pernah mencoba konsumsi obat di pagi hari. Tapi, mual yang timbul dirasa menghambat aktivitas Given yang akan berangkat ke sekolah. Lalu, Jane mencoba menitipkan obat itu pada guru supaya Given bisa mengonsumsinya di siang hari.

"Tapi pernah suatu hari kakaknya Given ke sekolah. Dia nanya ke teman Given, kenal Given nggak. Eh kata temannya 'Oh Given yang tiap hari minum obat itu ya'. Kan rasanya jadi gimana gitu ya, kasihan juga anaknya," tutur Jane.

Dalam menyemangati putranya, Jane dan Edi menekankan bahwa cara hidup orang berbeda-beda. Sehingga, jika memang Given harus terus mengonsumsi obat maka itu harus dijalaninya. Pihak sekolah pun turut menyemangati Given melalui guru pembimbing.

Hasil pemeriksaan terakhir di bulan Juni lalu menujukkan kadar Bcr-Abl Given sudah negatif. Tapi, sampai saat ini Given masih mengonsumsi obat yang seluruhnya dicover oleh BPJS.

"Sekarang sudah mendingan gratis obatnya. Sebelumnya kita ikut program Novartis Oncology Access (NOA) biayanya juga lebih murah. Pas awal-awal minum obat, sebulan habis Rp 23 juta nggak tau gimana caranya pokoknya kita berusaha bisa dapat obat," kenang Jane.

Tak bisa dipungkiri jika Jane awalnya merasa shock ketika mendengar putranya didiagnosis leukemia. Apalagi jika melihat film di TV, leukemia menjadi hal yang menyeramkan bagi Jane di mana anak yang terkena leukemia tak boleh main, hanya duduk di kursi roda, kemudian meninggal.

Padahal, lanjut Jane, nyatanya jika ditangani lebih dini dan dengan tepat, pasien CML juga bisa hidup layaknya orang normal. Tanggung jawabnya sebagai orang tualah yang membuat Jane dan Edi tetap tegar dan semangat dalam mendampingi Given.

"Kita tetap hargai hidup ini seperti apa. Anak kan juga perlu hidup, itu kan pemberian dari Tuhan. Kita mesti percaya Tuhan kasih jalan dan jangan lupa terus berdoa dan berusaha," ungkap Jane.

Sementara bagi Given, semangat untuk sembuh membuatnya bisa mengatasi rasa bosan saat minum obat atau ketika kondisinya sedang drop seperti di awal-awal pasca didiagnosis CML. "Pokoknya banyak istirahat dan banyak berdoa," ujar siswa SMPK 2 Penabur ini.

Baca juga: Perut Begah dan Mengira Masuk Angin, Andrian Ternyata Kena CML


(rdn/vit)

Berita Terkait