Imunoterapi atau disebut immune checkpoint inhibitors adalah pengobatan dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh. Pengobatan ini dibuat agar tidak terjadi interaksi antara sel T miliki sistem imun dan tumor.
Melalui imunoterapi, interaksi tersebut dapat diblok (dihambat) sehingga sel T bisa mendeteksi sel-sel kanker dan membasminya. Sedangkan kemoterapi, obat-obat yang masuk ke dalam tubuh berfungsi untuk menghentikan pertumbuhan sel, baik sel kanker maupun sel sehat lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia, pengobatan metode ini hanya dapat diterapkan pada pasien kanker paru stadium lanjut (stadium IV) saja. Diungkapkan dokter spesialis kanker paru dan ahli imunoterapi, dr. Sita Laksmi PhD, SpP(K) bahwa imunoterapi bisa diterapkan sebagai terapi lini kedua jika pada pengobatan lini pertama dinyatakan gagal.
"Untuk kanker paru stadium lanjut (stadium IV) terapi lini satunya yaitu kemoterapi, terapi target, atau kombinasi kemoterapi dengan radioterapi. Kalau sudah diberikan terapi lini pertama dan tumornya malah membesar (progressive disease), maka harus diganti obatnya pada terapi lini kedua. Lini kedua ini bisa kemoterapi, terapi target atau terapi yang terbaru yaitu imunoterapi," jelasnya saat ditemui di Harris Suites Meeting Room, f5 FX Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat.
dr Sita menjelaskan bahwa imunoterapi dapat membuat waktu bertahan hidup pasien lebih lama dibanding kemoterapi. "Kalau dengan kemo survivalnya 8 bulan, tapi kalau dengan imunoterapi bisa 10-12 bulan," imbuhnya.
Efek samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan autoimun atau radang paru. Namun menurut dr Sita hal tersebut jarang terjadi karena sebelum melakukan imunoterapi, dokter melakukan prediksi terhadap risiko apa yang akan terjadi pada pasien.
"Cara pengobatannya diinfus selama 30 menit dan dilakukan setiap 3 minggu," tambahnya kepada detikHealth.
Baca juga: Kombinasi Obat Imunoterapi Disebut Bisa Jadi Pengobatan Baru Melanoma (up/up)











































