"Kami mengira penyakitnya flu, kami memintanya untuk beristirahat dan pergi ke pusat kesehatan siswa. Dia lebih memikirkan soal melewatkan kelas ketimbang kondisinya yang buruk," kata ayahnya, Greg (63), dikutip dari Fox News.
Setelah itu di tubuh Sara muncul memar warna keunguan, yang kemudian membuatnya masuk ke UGD dan kondisinya dibuat koma. Dokter mengatakan ia telah tertular meningitis B dan akan mengobatinya dengan antibiotik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tak pernah terpikirkan oleh kami bahwa gejala yang mirip flu bisa membunuhnya dalam jangka waktu 36 jam," kata Laurie (51), ibunya.
Penyakit meningitis atau meningococcal disebabkan oleh lima tipe bakteri yakni A, C, W, Y dan B. Saat kecil, Sara mendapatkan vaksin meningitis, namun bukan vaksin untuk bakteri meningococcal tipe B.
Rasa kehilangan membuat Greg dan keluarganya sungguh terpukul. Tahun pertama bagaikan terutup kabut, mereka mencari bantuan pada support group dan konseling. Namun setelah 'kabut' itu terangkat, mereka merasa perlu melakukan sesuatu.
Kedua orang tua Sara menyebarkan kepedulian, dari satu universitas ke universitas lain untuk mengedukasi para dosen, pegawai, orang tua dan mahasiswa soal penyakit mematikan tersebut dan bagaimana mencegahnya.
"Mencegah lebih baik daripada harus menghadapinya setelah itu terjadi, kami mengunjungi setiap sekolah untuk mencoba dan mendorong mereka soal hal itu. Seandainya kami dulu tahu, Sara mungkin masih ada di sini bersama kami. Bagi kami, hal ini (menyebarkan kepedulian) bagaikan terapi, ini warisan Sara. Hal ini membuat ingatan kami tentangnya hidup," pungkas Greg.











































