Seorang wanita di Australia bernama Ally Hensley baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah membagikan kisahnya yang hidup tanpa alat kelamin.
Ally bercerita pada saat masih remaja, dokter menyatakan dirinya tak memiliki vagina. Dirinya juga didiagnosis tak memiliki rahim dan leher rahim. Kondisi ini membuat wanita yang kini berusia 42 tahun itu merasakan kepercayaan dirinya hancur lantaran memiliki kelainan.
"Saya menghabiskan waktu bertahun-tahun merasa malu dengan tubuh saya, merasa saya bukan perempuan normal dan harus menghadapi kenyataan bahwa saya tidak akan pernah bisa punya anak," imbuh Ally dikutip dari Daily Mail, Senin (13/11/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter menjelaskan kondisi langka yang dialaminya itu disebut sindrom mayer-rokitansky-kuster-hauser (MRKH), memengaruhi satu dari 5 ribu perempuan di dunia dengan tingkat yang berbeda-beda.
Meski tak punya alat kelamin, Ally terlahir dengan hormon estrogen khas perempuan yang membuatnya memiliki payudara dan pinggul.
"Saya merasa seperti orang aneh. Saya merasa kesepian dan rasa malu sangat terasa. Dan jika suatu saat emosi terlalu besar untuk dipahami, saat itulah saya dilanda kesedihan. Saya hanya merasa kotor. Saya merasa kurang dari itu," ucap Ally
"Bayangkan betapa memalukannya sebagai seorang gadis remaja, vagina saya terus-menerus didiskusikan oleh dokter dengan orangtua Anda," katanya.
Tidak memiliki vagina membuat Ally hidup dengan banyak ketakutan. Ia pun terpikir untuk membuat vaginanya sendiri.
Pada saat itu, dokter memberitahunya bahwa ia harus mengubah anatominya dengan operasi atau pelebaran area bawahnya dengan alat yang disebut dilator. Pada akhirnya, Ally memilih pelebaran vagina atau disebut dilatasi.
"Saya memilih dilatasi, saya ingin membuat vagina saya sendiri. Lesung pipit (lubang) vagina saya panjangnya tidak lebih dari ibu jari dan saya harus merenggangkannya setidaknya hingga 12,7 cm," ujar Ally.
Ally menghabiskan waktu berbulan-bulan melakukan dilatasi hingga vaginanya terbentuk mencapai ukuran tertentu. Kendati demikian, memiliki vaginanya sendiri tidak membuat Ally kemudian bisa menerima dirinya. Butuh waktu hampir 25 tahun bagi Ally untuk tidak merasa malu lagi karena kondisinya.
Kini, dirinya sudah berani berbagi cerita soal kondisi medisnya di media sosial. Ally bersyukur tatkala dirinya mendapatkan banyak respons positif dari netizen.
"Saya mengunggah sesuatu tentang vagina saya ke Instagram dan menerima begitu banyak DM dari perempuan yang juga merasa malu dengan kondisi medis mereka sehingga mereka tidak merasa menjadi perempuan normal," tutur Ally.
(suc/kna)











































