"Bahan alami yang selama ini digunakan oleh masyarakat sebagai herbal dibagi menjadi 3, yaitu jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Jamu adalah herbal yang masih bersifat 100 persen alami dan tradisional, sedangkan OHT merupakan obat tradisional yang sudah lolos uji pada hewan," ujar Dr Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan saat dihubungi detikHealth, Rabu (17/4/2013).
"Sedangkan fitofarmaka merupakan jenis obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat moderen karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis pada manusia," lanjut Dr. Abidinsyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak mudah untuk menjadikan jamu sebagai obat yang bisa dipakai di layanan kesehatan, karena dibutuhkan proses yang cukup panjang dan dana yang tidak sedikit untuk dilakukan uji. Selama ini masih banyak orang mengonsumsi jamu karena memang sudah secara turun-temurun dipercaya dan berkhasiat, walaupun belum terbukti secara klinis," ujar Retno, pelopor pembuat es krim jamu di Jalan Kayu Manis Timur 8, Matraman, Jakarta.
Obat herbal terstandar (OHT) tidak dapat dikatakan sama dengan fitofarmaka. Pada OHT hanya dilakukan uji pra-klinis, yaitu pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis.
Kriteria obat dikatakan menjadi OHT adalah bila sudah diklaim khasiatnya secara ilmiah, melalui uji pra-klinik, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, serta telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Kemasan produk OHT adalah lingkaran hijau dengan 3 bintang. Contoh OHT yang sudah beredar di Indonesia misalnya Diapet®, Lelap®, dan Kiranti®.
Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia. Terlihat jelas bahwa dari 3 golongan obat tradisional tersebut, fitofarmaka menempati tingkat yang paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Fitofarmaka perlu proses penelitian yang panjang serta uji klinis yang detail, sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence.
Kemasan produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran hijau. Contoh fitofarmaka yang sudah beredar di Indonesia antara lain Nodiar® (PT. Kimia Farma), Stimuno® (PT. Dexa Medica), Rheumaneer® (PT. Nyonya Meneer), Tensigard® dan X-Gra® (PT. Phapros).
(vit/vit)











































