Pernahkah mengamati botol jamu yang dibawa oleh tukang jamu gendong? Sebagian berbahan beling alias botol kaca, sebagian lagi berupa botol-botol plastik bekas kemasan air mineral. Untuk jamu, botol beling sebenarnya lebih dianjurkan.
"Di kelompok saya, selalu dianjurkan pakai botol beling. Kalau plastik, itu kontaminasi," kata Lasmi, Ketua Paguyuban Jamu Gendong Lestari saat ditemui detikHealth di rumah produksinya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, seperti ditulis Rabu (17/4/2013).
Panggunaan botol beling sebagai wadah jamu tentu ada konsekuensinya, yakni bakul atau keranjang yang dibawa jadi lebih berat. Beberapa tukang jamu gendong memang memilih botol plastik dengan alasan lebih ringan, tidak melelahkan saat dibawa berkeliling.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat diisi dengan botol beling, bakul yang harus digendong para tukang jamu keliling memang menjadi lebih berat. Lasmi mengakui, bakul yang penuh berisi jamu-jamuan yang dikemas dalam botol beling plus berbagai perlengkapannya bisa mencapai 25 kg.
"Kalau lebih berat, caranya ya naik sepeda. Atau yang punya gerobak, ya didorong pakai gerobak. Kalau saya nganjurinnya begitu. Yang tetap nggendong ya tetap ada," kata Lasmi.
Terkait pemilihan jenis botol untuk mengemas jamu, Drs Bahdar Johan, MPharm, selaku Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplementer Badan Pengawas Obat dan Makanan (MPOM) membenarkan bahwa botol beling lebih dianjurkan. Botol plastik bisa mengurangi kualitas jamu.
"Tapi kita lebih mengutamakan pembinaan daripada law enforcement (penegakan peraturan). Termasuk soal penggunaan botol beling ini," kata Bahdar.
Baik Bahdar dari BPOM maupun Ibu Lasmi sebagai praktisi jamu gendong sependapat soal ini. Penggunaan botol plastik pada beberapa tukang jamu bukan semata-mata karena tidak ingin beban gendongannya terlalu berat, melainkan karena kurang mendapat sosialisasi.
(up/vit)











































