"Sperma setiap pria berbeda-beda, oleh karena itu World Health Organization (WHO) mengeluarkan standar minimal batasan dari parameter sperma. Pada tahun 2009, WHO mengeluarkan parameter minimum konsentrasi atau jumlah sperma yakni 20 juta/ml," ungkap dr Johannes Soedjono, M.Kes., SpAnd, spesialis andrologi Unit Kesehatan Reproduksi/Andrologi RS AL Dr Ramelan, Surabaya, saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Rabu (9/10/2013).
Sementara untuk gerakan, menurut dr Johannes dulu sperma dibagi menjadi empat yaitu maju lurus, maju tapi tidak lurus, gerak di tempat, dan tidak bergerak. Standar mobilitas atau pergerakan untuk maju lurus dan maju tapi tidak lurus jumlahnya 50 persen. Morfologi atau bentuk sperma yang normal yaitu ekornya lurus, tidak boleh bengkok atau patah. Lehernya tidak boleh ada sisa sitoplasma dan kepalanya lonjong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, standar untuk bentuk sperma kini juga mengalami perubahan. Indikator sperma normal kini bertambah satu, yaitu adanya akrosom (enzim yang bertugas meleburkan dinding pelindung sel telur agar bisa ditembus sperma) pada bagian kepala sperma.
Lantas apa yang bisa membuat sperma berubah bentuk atau ukuran? Menurut dr Johannes, bentuk sperma tidak berubah termasuk jika sang pria sedang stres. Yang bisa membuat bentuk dan ukuran sperma berubah adalah saat proses pembuatannya.
Pembentukan sperma terjadi di testis, dengan bentuk kepala bulat lalu lama-lama jadi lonjong dan berekor. Jika sudah matang, dari testis sperma akan disimpan di epiodermis. Saat berhubungan intim dan berejakulasi, sperma didorong naik ke saluran sperma bersama dengan cairan (plasma sperma) yang dibuat oleh pevica seminalis dan prostat.
Kemudian spermatozoa ini akan bergerak dan 'menumpuk' ke pangkal saluran kencing. Semakin lama dan semakin menumpuk, maka akan timbul tekanan tinggi, refleks klep membuka, dan sperma memancar keluar.
"Ukuran tidak berpengaruh, misalnya panjang atau pendeknya ekor. Selama dia tidak putus ekornya dan bisa bergerak, ya enggak masalah karena pada dasarnya ekor itu seperti kipas dalam perahu yang berputar dan menggerakkan sperma. Kalau ekornya putus, dia tidak bisa bergerak sampai bertemu sel telur. Kalau kepalanya tidak punya akrosom juga berarti sperma tersebut tak bisa masuk ke sel telur," terang dr Johannes.
Sementara menurut Dr Andri Wanananda, MS, seksolog dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara Jakarta, bisa saja ukuran dan sperma tiap pria berbeda. Menurutnya faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut antara lain usia, kebugaran jasmani si pria, dan risiko penyakit kronis.
"Bisa saja semakin tua maka kualitas dan jumlah sperma pria berkurang. Untuk penyakit kronik misalnya pria tersebut memiliki penyakit diabetes, jantung koroner, atau hipertensi. Gaya hidup termasuk rutin olahraga juga mempengaruhi, jika usia pria sudah tua tapi dia masih aktif melakukan aktivitas sehari-hari, maka spermanya kualitas dan jumlahnya tak menurun," ungkap Dr Andri kepada detikHealth
(ajg/vit)











































