Suatu obat dikatakan palsu bila tidak memiliki izin edar atau nomor izin edar tidak sesuai dengan sesuai dengan yang terdaftar di Badan POM. Bila sudah terbiasa mengonsumsi, maka obat palsu dapat dikenali dari bentuk, warna, rasa atau tekstur obat dan kemasannya yang tidak seperti biasanya, serta tidak mencantumkan nama dan alamat produsen.
"Palsu itu namanya sama, meniru merek yang ada. Lalu nama belum terdaftar di badan POM, itu bisa dikatakan ilegal juga. Isi obatnya juga tidak sesuai yang tertera di tabel," ujar Dra. A Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA BPOM, saat berbincang dengan detikHealth, seperti ditulis pada Rabu (6/11/2013).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apotek bisa kemasukan obat palsu kalau tidak tertib. Maka dari itu kita sangat menghimbau supaya apotek-apotek membeli barang dari pedagang besar yang resmi," tambah Retno.
Tidak tertib artinya apotek mengambil pasokan obat bukan dari sumber resmi yaitu pedagang besar farmasi yang memiliki izin. Karena itu, lanjut Retno, apotek tidak diperbolehkan membeli obat dari orang atau pedagang obat yang tidak jelas.
"Kita beri edukasi kepada organisasi profesi termasuk Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Namun hanya saja sekarang itu banyak apotek yang punya lebih kuasa, tapi menurut saya itu menjadi tanggung jawab apoteker untuk lihat barang yang dipasok," tutupnya.
(mer/vit)











































