Kepada detikHealth, Rabu (7/1/2015), pakar kesehatan herbal dari FMIPA UI, Abdul Mun'im, MSi, PhD, menjelaskan bahwa jamu memang belum bisa disamakan efeknya dengan obat konvensional. Namun penggunaan jamu bisa dilakukan untuk pemeliharaan atau mengobati kondisi tertentu pada tahap awal.
"Misalnya obat konvensional untuk hipertensi ialah Amlodipine. Begitu tekanan darah seseorang tinggi, dalam 15 menit tekanan darah bisa turun lagi. Tapi kalau minum jamu fitofarmaka untuk hipertensi yaitu Tensidar, membutuhkan waktu lama untuk menurunkan tekanan darah. Jamu fitofarmaka cocoknya untuk orang yang masih pada masa awal-awal hipertensi atau yang tekanan darah atasnya 130," ungkap Abdul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau jamu afrodisiak yang berkhasiat meningkatkan hasrat seksual laki-laki. Biasanya jarang ada yang meninggal orang yang mengonsumsi jamu ini, kecuali dicampur oleh bahan-bahan kimia. Jamu afrodisiak ini efek sampingnya kecil, berbeda dengan obat konvensionalnya," papar Abdul.
Jamu yang sudah melewati tahap uji klinis dari Kemenkes RI ada 6 macam sejak tahun 2006. Nah, biasanya jamu-jamu ini digunakan bukan untuk meringankan gejala, tapi untuk perawatan. Misalnya untuk pasien diabetes dapat mengonsumsi jamu yang terkandung sambiloto, brotowali, dan pare.
"Prinsipnya jamu untuk menyeimbangkan, bukan untuk mengobati. Sehingga, kalau mengalami infeksi mending memakai antibiotik," imbuhnya.
Ada beberapa tanaman yang sudah diuji klinis ke manusia oleh para dokter mahasiswa Program Pascasarjana Herbal Universitas Indonesia, yaitu sambiloto, ekstrak daun pepaya, tanaman pace, daun kelor dan patikan kerbau.
Sambiloto sudah diteliti ke manusia untuk merawat pasien diabetes ringan di RS Cipto Mangunkusumo; ekstrak daun pepaya untuk penyakit demam berdarah diuji untuk pasien di rumah sakit di Bekasi; tanaman pace untuk kolesterol; daun kelor untuk anemia yang diuji pada siswa SMK; serta patikan kerbau yang kandungannya ada di obat batuk, untuk digunakan pada penderita asma ringan.
"Pakai jamu untuk mengobati penyakit yang ringan-ringan, kalau untuk penyakit yang sudah bertahap lebih serius bisa jadi pasiennya tidak sembuh-sembuh," pungkas Abdul.
(ajg/up)











































