dr I Gusti Ayu Nyoman Partiwi SpA dari RS Bunda Jakarta menjelaskan, ketika tidak terjadi kontak antara ibu dan bayinya selepas persalinan, biasanya akan berdampak pada penurunan kuantitas ASI yang dihasilkan sang ibu.
Untungnya tren mendonorkan ASI sedang berjangkit di Indonesia. Atas dasar kemanusiaan, banyak ibu yang rela membagikan kelebihan ASI-nya untuk diberikan kepada pasangan ibu dan anak yang membutuhkan. Hanya saja, jangan pula menerima donor ASI sembarangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter anak yang lebih akrab disapa dr Tiwi itu juga memastikan, sebenarnya antara pendonor dan penerima donor ASI tak harus memiliki hubungan darah. Yang terpenting orang tua telah memastikan ASI pendonornya aman.
"Caranya, cari yang sudah diskrining, atau banyak orang yang membutuhkan donor ASI yang berat kan skriningnya, maka bayarin aja skriningnya agar kita tenang memberi ASI pada anak kita," tegasnya.
Baca juga: Penyakit Ini Belum Bisa Terdeteksi Saat Melakukan Skrining Donor ASI
Di sisi lain, dokter yang juga aktif lewat akun Twitter @drtiwi itu meminta agar penerima donor tidak hanya pasif dan mengandalkan donor ASI saja. "Dia harus berusaha memproduksi ASI, peluk bayinya, memerah dan kalau memberi ASI perahnya dengan SNS (Supplemental Nursing System) atau selang, supaya rangsangan terus terjadi dan kontaknya semakin baik," urainya.
dr Tiwi bahkan menyoroti hal sepele yang sering luput dari perhatian, yaitu kebiasaan ibu yang mengandalkan donor ASI tetapi memberikan susu sembari sibuk memainkan ponselnya. Padahal bila waktu luangnya digunakan untuk memberikan stimulasi, ASI-nya masih bisa keluar.
"Saya lihat ibu-ibu yang produksi ASI-nya turun itu sebenarnya dengan istirahat cukup, nutrisi cukup, biasanya produksinya bisa naik," pesannya.
Baca juga: Infografis: Syarat dan Tahapan Mendonorkan ASI (lll/vit)











































