"Pengukuran tes IQ terbatas pada area potensi akademik. Padahal ada aspek lain yang turut menentukan kecerdasan, yang tak lain adalah pengalaman," ujar psikolog Rahma Hastuti saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Kamis (29/1/2015).
Apa yang disampaikan Rahma sejalan dengan pendapat psikolog Roslina Verauli. Dikatakan perempuan yang akrab disapa Vera ini, pada dasarnya IQ tinggi atau rendah hanya digunakan untuk memprediksi potensi akademik saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahma mengungkapkan bahwa cerdas bukan merupakan faktor tunggal tetapi hasil kombinasi dari beragam faktor seperti hereditas (bawaan) dan pengalaman ataupun latihan. Mengutip teori milik David Wechsler, Rahma menyampaikan, inteligensi mengarah pada pengertian totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. Cerdas tidak hanya ditentukan oleh kualitas personal tetapi juga faktor lingkungan seperti dukungan keluarga, teman sebaya, guru, juga faktor kepribadian, minat, motivasi, dan ketekunan.
Rahma memaparkan bahwa tes IQ hanya merangkum sebagian kecil dari kehidupan seseorang sebagai salah satu upaya untuk mengenali potensi individual disertai prinsip bahwa pada dasarnya setiap orang itu unik dan memiliki kekhasan. "Tentunya tes IQ tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya faktor yang menentukan kesuksesan seseorang," ucapnya.
Disampaikan juga oleh Rahma bahwa faktor latihan, ketersediaan akses informasi, dan keterampilan baik soft ataupun hard skill yang mendukung pekerjaan menyebabkan mereka yang memiliki skor IQ rendah tetap mampu bersaing di dunia kerja. Karena kecerdasan tidak hanya berbasis pada potensi akademis tetapi juga pengalaman dan latihan. Dengan demikian skor IQ bukan segala-galanya.
Baca juga: Orang-orang yang Saat Kecil Dikenal Genius, Apa Kabar Saat Dewasa?
Sementara itu, menurut Rahma ada juga anak-anak dengan skor IQ tinggi namun tidak mampu beradaptasi dengan baik di dunia kerja. "Bisa saja hal itu terjadi. Karena yang terukur pada anak-anak dengan IQ tinggi hanya potensi akademis saja, sehingga karena kurangnya pengalaman atau bahkan keterampilan mereka menjadi sulit untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan dunia pekerjaan," papar Rahma.
(vit/vit)











































