"Aku dan keluarga sebenarnya tidak mengalami alergi. Cuma, kalau badan anak saya panas dan saya berikan makan berjenis ikan atau makanan laut akan mengalami biduran. Tapi pas konsultasi ke dokter belum ketahuan itu alergi atau bukan cuma pas cek darah sih semua normal," kata Robiana(35), salah satu orang tua yang melakukan pemeriksaan.
Selain Robiana, ada juga yani (40) yang anaknya sudah didiagnosa memiliki alergi. Ia memanfaatkan konsultasi gratis yang diadakan oleh Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Sarihusada guna mengetahui kondisi anaknya lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Konsultasi gejala alergi digelar untuk menutup seluruh rangkaian kegiatan Allergy Awareness Week yang berlangsung 10-17 April 2016. Selama satu pekan yakni 11-16 April 2016, Departemen IKK FK UI telah mengunjungi 16 klinik di Jakarta. Masyarakat dapat melakukan deteksi dini terkait risiko alergi, penyuluhan mengenai alergi, dan melakukan berbagai pemainan interaktif yang menarik.
Baca juga: Yuk! Kenali Gejala Alergi pada Anak
Berdasakan data dari World Allergy Organization (WOA) pada 2011, angka prevalensi alergi mencapai 30-40 persen dari total populasi manusia di dunia. Berbagai macam penyebab seperti pola hidup yang berubah hingga pemahaman orang tua dapat meningkatkan risiko anak mengalami alergi.
"Dampaknya sendiri tidak hanya mengganggu pernapasan atau menyebabkan kulit terasa gatal atau kemerahan saja, namun bisa meningkatkan pengeluaran orang tua karena harus ke dokter dan menurunkan prestasi belajar anak," jelas Dr dr Herqutanto, MPH, MARS, Ketua departemen IKK FKUI.
Saat ini, alergi terhadap makanan yang paling sering di alami oleh anak-anak. Di Indonesia sendiri, satu dari 25 anak mengalami alergi akibat protein pada susu sapi.
Baca juga: Alergi Bisa Jadi Makin Buruk Gara-gara 8 Hal Tak Terduga Ini
![]() |













































