Menanggapi hal ini, psikolog anak dan remaja dari RaQQi - Human Development and Learning Centre, Ratih Zulhaqqi mengatakan pada prinsipnya, jumping atau melompat-lompat merupakan tugas perkembangan yang harus dilalui oleh anak.
"Nah, kasur itu mudah didapat oleh anak. Nggak semua rumah punya trampolin. Kalau ada trampolin, anak akan lompat di trampolin," tutur Ratih di sela-sela Marchvelous yang digelar BCMarch di Plaza City Tower, Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (8/4/2017).
Ketika anak melompat-lompat, kata Ratih, yang perlu dilakukan orang tua adalah perlu diberi media. Artinya jika anak melompat dan orang tua merasa anak tidak boleh melompat di kasur, orang tua perlu memberi medianya. Sebab, saat dilarang anak justru tidak memiliki kesempatan untuk melompat.
Baca juga: Tak Selalu Buruk, Ini Manfaat Main Squishy Bagi Tumbuh Kembang Anak
"Jadi misalnya pakai trampolin atau punya kasur yang sudah jelek, boleh dipakai buat lompat-lompat," tambah Ratih.
Namun, hal terpenting saat anak melompat-lompat, jangan hanya suruh mereka melompat tapi juga ajak berinteraksi. Sehingga, kegiatan itu jadi menyenangkan untuk anak. Misalnya ajak anak berhitung sebelum melompat atau menggunakan musik.
Dengan begitu, selain mendapat stimulasi motorik kasar, ada pula interaksi anak dengan orang tua. Ratih mengatakan, jika dilarang, anak akan cenderung takut melakukan hal lain. Anak akan berpikir bolehkah dia melakukan hal itu hingga kesempatanyya bereksplorasi rendah. Nah, jika kesempatan bereksplorasi rendah, keengganan anak mencoba hal baru makin tinggi akibatnya tidak ada stimulasi pada perkembangan motorik kasarnya.
"Anak satu tahun disuruh diam tuh susah. Anak satu tahun memang harus bergerak, melakukan aktivitas fisik supaya dia mengembangkan motorik kasarnya," pungkas Ratih.
Baca juga: Cara Menanamkan Rasa Percaya Diri pada Anak dengan Autisme
(rdn/ajg)