Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 pasal 29, iklan (rokok) di media penyiaran (televisi dan radio) hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat. Penayangan di malam hari dimaksudkan agar iklan tidak dilihat atau didengar oleh anak-anak dan remaja, dan tidak menambah jumlah perokok baru di Indonesia.
"Pembatasan jam tayang iklan rokok dari 21.30 - 05.00 tidak efektif. Karena nyatanya lebih dari 90 persen anak-anak melihat iklan rokok di televisi," ujar Hery Chariansyah, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, dalam acara Media Briefing Urgensi Pelarangan Iklan Rokok Dalam RUU Penyiaran, di Kampus FISIP UI, Depok, Selasa (12/11/2013).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum lagi dengan perbedaan waktu. Sistem penyiaran kita tidak pakai jaringan, sehingga jam di sini (Jakarta) jam 21.30, di Papua jam 19.30 dan anak-anak di sana bisa menonton (iklan rokok)," tambah Hery.
Berbagai studi ilmiah juga telah membuktikan bahwa iklan rokok mendorong anak untuk mulai merokok. Studi UHAMKA tahun 2007 di Jabodetabek menunjukkan 70 persen remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan, 77 persen mengaku iklan menyebabkan mereka mempertahankan perilaku merokoknya dan 57 persen mengatakan iklan mendorong mereka yang berhenti merokok untuk kembali menghisap tembakau.
Karena itu, untuk melindungi dan mencegah semakin meningkatnya anak yang terpapar iklan rokok, Hery merekomendasikan agar RUU Penyiaran melakukan pelarangan secara menyeluruh segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok di seluruh media penyiaran.
"Pelarangan iklan rokok di lembaga penyiaran merupakan bagian dari upaya perlindungan anak dari zat adiktif rokok, serta upaya pemenuhan hak konstitusional anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal," tutup Hery.
(mer/vit)











































