Ingin Skrining Kanker Serviks? Kenali Dulu Metodenya

Ingin Skrining Kanker Serviks? Kenali Dulu Metodenya

- detikHealth
Senin, 21 Apr 2014 14:30 WIB
Ingin Skrining Kanker Serviks? Kenali Dulu Metodenya
Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Jakarta - Pentingnya skrining kanker serviks atau kanker leher rahim memang sudah disadari bersama, terutama bagi mereka yang sudah pernah melakukan hubungan seksual atau sudah menikah. Sebab 98 persen penyebab terjadinya kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV).

HPV sejatinya adalah virus yang lemah dan mudah mati. Namun jika daya tahan tubuh sedang buruk, tak menutup kemungkinan virus tersebut gagal dibasmi oleh sistem kekebabalan tubuh, yang mengakibatkan virus tersebut tertinggal dan dapat menyebabkan kanker pada leher rahim.

"Oleh karena itu, skrining sangat penting bagi perempuan yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, atau katakanlah sudah menikah," papar dr Richard Kosasih SpPK dari RS Puri Indah pada perbincangannya dengan detikHealth baru-baru ini dan ditulis pada Senin (21/4/2014).

dr Richard pun mengatakan ada 4 metode skrining kanker serviks yang lazim dilakukan di Indonesia. Apa saja?

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)

1. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat adalah metode skrining kanker serviks paling mudah dan paling murah yang dapat dilakukan. Terlebih lagi, metode skrining ini tidak harus dilakukan oleh dokter.

"IVA biasanya digunakan oleh puskesmas atau klinik yang ada di daerah atau jauh dari pusat. Tidak harus dokter, tenaga kesehatan apapun baik bidan atau perawat jika sudah diberi pelatihan caranya bisa melakukan IVA," jelas dr Richard.

IVA dilakukan dengan mengoleskan cairan asam asetat 5 persen pada mulut dan leher rahim. Setelah ditunggu selama 30 - 60 detik, hasilnya sudah bisa terlihat. Jika leher rahim yang dioleskan asam asetat berubah warna menjadi keputihan, hal itu menandakan bahwa ada sel kanker pada leher rahim. Jika tidak berubah warna, berarti seharusnya pasien dalam kondisi sehat.

Meski mudah dan murah, skrining menggunakan IVA memang tak lepas dari kekurangan. Menurut dr Richard, kekurangan terbesar dari metode ini adalah kurangnya sensitivitas yang dapat berakibat pada terjadinya overtreatment pengobatan.

"Karena cuma modal mata saja, bisa saja yang melakukan tes salah lihat atau keliru. Tidak ada warna putih dibilang putih, atau sebaliknya. Sehingga sensitivitasnya kurang," sambung dr Richard.

1. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat adalah metode skrining kanker serviks paling mudah dan paling murah yang dapat dilakukan. Terlebih lagi, metode skrining ini tidak harus dilakukan oleh dokter.

"IVA biasanya digunakan oleh puskesmas atau klinik yang ada di daerah atau jauh dari pusat. Tidak harus dokter, tenaga kesehatan apapun baik bidan atau perawat jika sudah diberi pelatihan caranya bisa melakukan IVA," jelas dr Richard.

IVA dilakukan dengan mengoleskan cairan asam asetat 5 persen pada mulut dan leher rahim. Setelah ditunggu selama 30 - 60 detik, hasilnya sudah bisa terlihat. Jika leher rahim yang dioleskan asam asetat berubah warna menjadi keputihan, hal itu menandakan bahwa ada sel kanker pada leher rahim. Jika tidak berubah warna, berarti seharusnya pasien dalam kondisi sehat.

Meski mudah dan murah, skrining menggunakan IVA memang tak lepas dari kekurangan. Menurut dr Richard, kekurangan terbesar dari metode ini adalah kurangnya sensitivitas yang dapat berakibat pada terjadinya overtreatment pengobatan.

"Karena cuma modal mata saja, bisa saja yang melakukan tes salah lihat atau keliru. Tidak ada warna putih dibilang putih, atau sebaliknya. Sehingga sensitivitasnya kurang," sambung dr Richard.

2. Tes Pap Smear

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Pap smear adalah tes yang paling lazim dilakukan pada skrining kanker serviks. Metode yang pertama kali dilakukan pada tahun 1920-an ini sudah dapat dilakukan di sebagian besar puskesmas dan rumah sakit di seluruh dunia.

Caranya pun tergolong mudah, dokter akan memasukkan corong ke vagina yang akan masuk hingga leher rahim. Setelah itu, dokter akan mengambil sampel sel yang ada di leher rahim menggunakan pengerik atau sikat. Sampel tersebut dioleskan ke slide gelas dan dibungkus lalu dikirimkan ke laboratorium.

Nah, di laboratorium inilah dokter patologi akan memeriksa sel tersebut. Dokter akan melihat apakah pada sel yang ada di leher rahim sedang dalam kondisi sehat atau sudah dalam keadaan kanker atau pra kanker.

Meski murah dan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan manapun, tes pap smear menurut dr Richard memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah banyaknya sel sampel yang terbuang dalam proses pengolesan ke gelas slide.

"Karena dioleskan, jadi banyak sel yang terbuang kan. Padahal bisa saja sel yang terbuang itu yang ada indikasi kanker. Dengan kata lain tes pap smear tingkat ke akuratannya tergolong rendah," urai dr Richard.

2. Tes Pap Smear

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Pap smear adalah tes yang paling lazim dilakukan pada skrining kanker serviks. Metode yang pertama kali dilakukan pada tahun 1920-an ini sudah dapat dilakukan di sebagian besar puskesmas dan rumah sakit di seluruh dunia.

Caranya pun tergolong mudah, dokter akan memasukkan corong ke vagina yang akan masuk hingga leher rahim. Setelah itu, dokter akan mengambil sampel sel yang ada di leher rahim menggunakan pengerik atau sikat. Sampel tersebut dioleskan ke slide gelas dan dibungkus lalu dikirimkan ke laboratorium.

Nah, di laboratorium inilah dokter patologi akan memeriksa sel tersebut. Dokter akan melihat apakah pada sel yang ada di leher rahim sedang dalam kondisi sehat atau sudah dalam keadaan kanker atau pra kanker.

Meski murah dan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan manapun, tes pap smear menurut dr Richard memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah banyaknya sel sampel yang terbuang dalam proses pengolesan ke gelas slide.

"Karena dioleskan, jadi banyak sel yang terbuang kan. Padahal bisa saja sel yang terbuang itu yang ada indikasi kanker. Dengan kata lain tes pap smear tingkat ke akuratannya tergolong rendah," urai dr Richard.

3. Liquid Based Cytology

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Liquid Based Cytology (LBC) atau pemeriksaan sitologi cairan merupakan salah satu metode skrining kanker serviks yang akurat. Jika pada pap smear banyak sel sampel yang terbuang, maka metode LBC sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali membuang sel sampel, sehingga diagnosis dapat dilakukan lebih akurat.

Proses pengambilan sel sampel sama seperti pada pap smear, vagina dimasukkan corong lalu dokter mengambil sel sampel dari leher rahim dengan pengerik atau sikat kecil. Bedanya, jika pada pap smear sel akan dioleskan ke gelas slide, pada LBC sel dimasukkan ke botol berisi cairan khusus.

"Botolnya berisi ethanol, sehingga sel akan terjaga dan tidak rusak," urai dr Richard.

Setelah dimasukkan ke dalam botol, mesin khusus akan memotong sel-sel tersebut menjadi lapisan tipis yang akan dibaca oleh dokter patologi. Tentunya penggunaan mesin ini mengurangi risiko kesalahan pada manusia sehingga tingkat sensitivitasnya lebih tinggi.

"Kekurangannya adalah metode ini termasuk baru sehingga belum bisa digunakan di banyak tempat. Karena baru, metode ini juga termasuk mahal. Bisa Rp 500 - 650 ribu sekali periksa," papar dr Richard.

3. Liquid Based Cytology

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Liquid Based Cytology (LBC) atau pemeriksaan sitologi cairan merupakan salah satu metode skrining kanker serviks yang akurat. Jika pada pap smear banyak sel sampel yang terbuang, maka metode LBC sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali membuang sel sampel, sehingga diagnosis dapat dilakukan lebih akurat.

Proses pengambilan sel sampel sama seperti pada pap smear, vagina dimasukkan corong lalu dokter mengambil sel sampel dari leher rahim dengan pengerik atau sikat kecil. Bedanya, jika pada pap smear sel akan dioleskan ke gelas slide, pada LBC sel dimasukkan ke botol berisi cairan khusus.

"Botolnya berisi ethanol, sehingga sel akan terjaga dan tidak rusak," urai dr Richard.

Setelah dimasukkan ke dalam botol, mesin khusus akan memotong sel-sel tersebut menjadi lapisan tipis yang akan dibaca oleh dokter patologi. Tentunya penggunaan mesin ini mengurangi risiko kesalahan pada manusia sehingga tingkat sensitivitasnya lebih tinggi.

"Kekurangannya adalah metode ini termasuk baru sehingga belum bisa digunakan di banyak tempat. Karena baru, metode ini juga termasuk mahal. Bisa Rp 500 - 650 ribu sekali periksa," papar dr Richard.

4. Tes DNA-HPV

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
HPV adalah virus yang merupakan penyebab utama seseorang terserang kanker serviks. Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual ini sejatinya lemah dan dapat dengan mudah dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan pula bahwa sistem kekebalan tubuh kita luput untuk membasmi virus ini, terutama HPV 16 dan 18 yang merupakan virus penyebab kanker terganas. Nah, salah satu metode skrining kanker terbaik adalah dengan melakukan tes DNA untuk mengetahui apakah terdapat HPV di tubuh kita.

"HPV tesnya menggunakan mesin. Sehingga pasien hanya diambil sampel darahnya dan sisanya mesin laboratorium yang membaca, apakah ada HPV di tubuh kita atau tidak," ujar dr Richard.

Akan tetapi, dr Richard mengatakan bahwa metode ini jarang dipilih oleh pasien. Selain termasuk metode baru sehingga belum dikenal, biaya yang mahal juga menjadi pertimbangan.

"Tingkat keakuratan tes DNA HPV ini sampai 97 persen. Namun karena baru dan harganya yang Rp 700 - 800 ribu sekali periksa membuatnya tidak begitu populer," paparnya lagi.

4. Tes DNA-HPV

Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
HPV adalah virus yang merupakan penyebab utama seseorang terserang kanker serviks. Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual ini sejatinya lemah dan dapat dengan mudah dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan pula bahwa sistem kekebalan tubuh kita luput untuk membasmi virus ini, terutama HPV 16 dan 18 yang merupakan virus penyebab kanker terganas. Nah, salah satu metode skrining kanker terbaik adalah dengan melakukan tes DNA untuk mengetahui apakah terdapat HPV di tubuh kita.

"HPV tesnya menggunakan mesin. Sehingga pasien hanya diambil sampel darahnya dan sisanya mesin laboratorium yang membaca, apakah ada HPV di tubuh kita atau tidak," ujar dr Richard.

Akan tetapi, dr Richard mengatakan bahwa metode ini jarang dipilih oleh pasien. Selain termasuk metode baru sehingga belum dikenal, biaya yang mahal juga menjadi pertimbangan.

"Tingkat keakuratan tes DNA HPV ini sampai 97 persen. Namun karena baru dan harganya yang Rp 700 - 800 ribu sekali periksa membuatnya tidak begitu populer," paparnya lagi.
Halaman 2 dari 10
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat adalah metode skrining kanker serviks paling mudah dan paling murah yang dapat dilakukan. Terlebih lagi, metode skrining ini tidak harus dilakukan oleh dokter.

"IVA biasanya digunakan oleh puskesmas atau klinik yang ada di daerah atau jauh dari pusat. Tidak harus dokter, tenaga kesehatan apapun baik bidan atau perawat jika sudah diberi pelatihan caranya bisa melakukan IVA," jelas dr Richard.

IVA dilakukan dengan mengoleskan cairan asam asetat 5 persen pada mulut dan leher rahim. Setelah ditunggu selama 30 - 60 detik, hasilnya sudah bisa terlihat. Jika leher rahim yang dioleskan asam asetat berubah warna menjadi keputihan, hal itu menandakan bahwa ada sel kanker pada leher rahim. Jika tidak berubah warna, berarti seharusnya pasien dalam kondisi sehat.

Meski mudah dan murah, skrining menggunakan IVA memang tak lepas dari kekurangan. Menurut dr Richard, kekurangan terbesar dari metode ini adalah kurangnya sensitivitas yang dapat berakibat pada terjadinya overtreatment pengobatan.

"Karena cuma modal mata saja, bisa saja yang melakukan tes salah lihat atau keliru. Tidak ada warna putih dibilang putih, atau sebaliknya. Sehingga sensitivitasnya kurang," sambung dr Richard.

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat adalah metode skrining kanker serviks paling mudah dan paling murah yang dapat dilakukan. Terlebih lagi, metode skrining ini tidak harus dilakukan oleh dokter.

"IVA biasanya digunakan oleh puskesmas atau klinik yang ada di daerah atau jauh dari pusat. Tidak harus dokter, tenaga kesehatan apapun baik bidan atau perawat jika sudah diberi pelatihan caranya bisa melakukan IVA," jelas dr Richard.

IVA dilakukan dengan mengoleskan cairan asam asetat 5 persen pada mulut dan leher rahim. Setelah ditunggu selama 30 - 60 detik, hasilnya sudah bisa terlihat. Jika leher rahim yang dioleskan asam asetat berubah warna menjadi keputihan, hal itu menandakan bahwa ada sel kanker pada leher rahim. Jika tidak berubah warna, berarti seharusnya pasien dalam kondisi sehat.

Meski mudah dan murah, skrining menggunakan IVA memang tak lepas dari kekurangan. Menurut dr Richard, kekurangan terbesar dari metode ini adalah kurangnya sensitivitas yang dapat berakibat pada terjadinya overtreatment pengobatan.

"Karena cuma modal mata saja, bisa saja yang melakukan tes salah lihat atau keliru. Tidak ada warna putih dibilang putih, atau sebaliknya. Sehingga sensitivitasnya kurang," sambung dr Richard.

Pap smear adalah tes yang paling lazim dilakukan pada skrining kanker serviks. Metode yang pertama kali dilakukan pada tahun 1920-an ini sudah dapat dilakukan di sebagian besar puskesmas dan rumah sakit di seluruh dunia.

Caranya pun tergolong mudah, dokter akan memasukkan corong ke vagina yang akan masuk hingga leher rahim. Setelah itu, dokter akan mengambil sampel sel yang ada di leher rahim menggunakan pengerik atau sikat. Sampel tersebut dioleskan ke slide gelas dan dibungkus lalu dikirimkan ke laboratorium.

Nah, di laboratorium inilah dokter patologi akan memeriksa sel tersebut. Dokter akan melihat apakah pada sel yang ada di leher rahim sedang dalam kondisi sehat atau sudah dalam keadaan kanker atau pra kanker.

Meski murah dan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan manapun, tes pap smear menurut dr Richard memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah banyaknya sel sampel yang terbuang dalam proses pengolesan ke gelas slide.

"Karena dioleskan, jadi banyak sel yang terbuang kan. Padahal bisa saja sel yang terbuang itu yang ada indikasi kanker. Dengan kata lain tes pap smear tingkat ke akuratannya tergolong rendah," urai dr Richard.

Pap smear adalah tes yang paling lazim dilakukan pada skrining kanker serviks. Metode yang pertama kali dilakukan pada tahun 1920-an ini sudah dapat dilakukan di sebagian besar puskesmas dan rumah sakit di seluruh dunia.

Caranya pun tergolong mudah, dokter akan memasukkan corong ke vagina yang akan masuk hingga leher rahim. Setelah itu, dokter akan mengambil sampel sel yang ada di leher rahim menggunakan pengerik atau sikat. Sampel tersebut dioleskan ke slide gelas dan dibungkus lalu dikirimkan ke laboratorium.

Nah, di laboratorium inilah dokter patologi akan memeriksa sel tersebut. Dokter akan melihat apakah pada sel yang ada di leher rahim sedang dalam kondisi sehat atau sudah dalam keadaan kanker atau pra kanker.

Meski murah dan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan manapun, tes pap smear menurut dr Richard memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah banyaknya sel sampel yang terbuang dalam proses pengolesan ke gelas slide.

"Karena dioleskan, jadi banyak sel yang terbuang kan. Padahal bisa saja sel yang terbuang itu yang ada indikasi kanker. Dengan kata lain tes pap smear tingkat ke akuratannya tergolong rendah," urai dr Richard.

Liquid Based Cytology (LBC) atau pemeriksaan sitologi cairan merupakan salah satu metode skrining kanker serviks yang akurat. Jika pada pap smear banyak sel sampel yang terbuang, maka metode LBC sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali membuang sel sampel, sehingga diagnosis dapat dilakukan lebih akurat.

Proses pengambilan sel sampel sama seperti pada pap smear, vagina dimasukkan corong lalu dokter mengambil sel sampel dari leher rahim dengan pengerik atau sikat kecil. Bedanya, jika pada pap smear sel akan dioleskan ke gelas slide, pada LBC sel dimasukkan ke botol berisi cairan khusus.

"Botolnya berisi ethanol, sehingga sel akan terjaga dan tidak rusak," urai dr Richard.

Setelah dimasukkan ke dalam botol, mesin khusus akan memotong sel-sel tersebut menjadi lapisan tipis yang akan dibaca oleh dokter patologi. Tentunya penggunaan mesin ini mengurangi risiko kesalahan pada manusia sehingga tingkat sensitivitasnya lebih tinggi.

"Kekurangannya adalah metode ini termasuk baru sehingga belum bisa digunakan di banyak tempat. Karena baru, metode ini juga termasuk mahal. Bisa Rp 500 - 650 ribu sekali periksa," papar dr Richard.

Liquid Based Cytology (LBC) atau pemeriksaan sitologi cairan merupakan salah satu metode skrining kanker serviks yang akurat. Jika pada pap smear banyak sel sampel yang terbuang, maka metode LBC sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali membuang sel sampel, sehingga diagnosis dapat dilakukan lebih akurat.

Proses pengambilan sel sampel sama seperti pada pap smear, vagina dimasukkan corong lalu dokter mengambil sel sampel dari leher rahim dengan pengerik atau sikat kecil. Bedanya, jika pada pap smear sel akan dioleskan ke gelas slide, pada LBC sel dimasukkan ke botol berisi cairan khusus.

"Botolnya berisi ethanol, sehingga sel akan terjaga dan tidak rusak," urai dr Richard.

Setelah dimasukkan ke dalam botol, mesin khusus akan memotong sel-sel tersebut menjadi lapisan tipis yang akan dibaca oleh dokter patologi. Tentunya penggunaan mesin ini mengurangi risiko kesalahan pada manusia sehingga tingkat sensitivitasnya lebih tinggi.

"Kekurangannya adalah metode ini termasuk baru sehingga belum bisa digunakan di banyak tempat. Karena baru, metode ini juga termasuk mahal. Bisa Rp 500 - 650 ribu sekali periksa," papar dr Richard.

HPV adalah virus yang merupakan penyebab utama seseorang terserang kanker serviks. Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual ini sejatinya lemah dan dapat dengan mudah dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan pula bahwa sistem kekebalan tubuh kita luput untuk membasmi virus ini, terutama HPV 16 dan 18 yang merupakan virus penyebab kanker terganas. Nah, salah satu metode skrining kanker terbaik adalah dengan melakukan tes DNA untuk mengetahui apakah terdapat HPV di tubuh kita.

"HPV tesnya menggunakan mesin. Sehingga pasien hanya diambil sampel darahnya dan sisanya mesin laboratorium yang membaca, apakah ada HPV di tubuh kita atau tidak," ujar dr Richard.

Akan tetapi, dr Richard mengatakan bahwa metode ini jarang dipilih oleh pasien. Selain termasuk metode baru sehingga belum dikenal, biaya yang mahal juga menjadi pertimbangan.

"Tingkat keakuratan tes DNA HPV ini sampai 97 persen. Namun karena baru dan harganya yang Rp 700 - 800 ribu sekali periksa membuatnya tidak begitu populer," paparnya lagi.

HPV adalah virus yang merupakan penyebab utama seseorang terserang kanker serviks. Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual ini sejatinya lemah dan dapat dengan mudah dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan pula bahwa sistem kekebalan tubuh kita luput untuk membasmi virus ini, terutama HPV 16 dan 18 yang merupakan virus penyebab kanker terganas. Nah, salah satu metode skrining kanker terbaik adalah dengan melakukan tes DNA untuk mengetahui apakah terdapat HPV di tubuh kita.

"HPV tesnya menggunakan mesin. Sehingga pasien hanya diambil sampel darahnya dan sisanya mesin laboratorium yang membaca, apakah ada HPV di tubuh kita atau tidak," ujar dr Richard.

Akan tetapi, dr Richard mengatakan bahwa metode ini jarang dipilih oleh pasien. Selain termasuk metode baru sehingga belum dikenal, biaya yang mahal juga menjadi pertimbangan.

"Tingkat keakuratan tes DNA HPV ini sampai 97 persen. Namun karena baru dan harganya yang Rp 700 - 800 ribu sekali periksa membuatnya tidak begitu populer," paparnya lagi.

(vta/vta)

Berita Terkait