"Pada dasarnya berbohong itu tidak baik, sekalipun didasari oleh niat yang baik. Pada saat 'white lies' dilakukan, tampaknya memang seolah-olah membuahkan kebaikan atau tidak menyakiti orang yang dibohongi," ungkap psikolog klinis Widya Risnawaty saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Jumat (6/2/2015).
Baca juga: Bohong Demi Kebaikan Sama Buruknya untuk Kehidupan Seks Pasangan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Widya mengungkapkan alasan yang mendasari seseorang untuk berbohong. "Biasanya orang berbohong untuk membela diri, menghindari kritik, mencari keuntungan pribadi, menghindari tangggung jawab, atau memanipulasi orang lain demi tujuan tertentu," ujarnya.
Pada dasarnya orang termotivasi untuk berbohong karena ingin melindungi diri dari suatu konsekuensi yang tidak ingin atau tidak mampu mereka tanggung. Pada saat individu merasa terpojok, maka ia akan berupaya melindungi diri dengan melakukan suatu mekanisme pertahanan diri.
Baca juga: Studi: Sering Dihukum Saat Berbohong, Anak Justru Makin Tidak Jujur
"Misalnya saat terlambat datang bekerja karena bangun kesiangan, ia tidak mengatakan yang sebenarnya karena takut terkena sanksi disiplin. Maka ia berbohong dengan mengatakan bahwa ia terlambat karena kendaraannya mogok," ujar Widya.
Menurut Widya, berangkat dari contoh tersebut jika nilai moral, hati nurani, serta keyakinan normatif yang dimiliki seseorang lemah, maka mekanisme pertahanan diri yang dipilih cenderung negatif. Hal ini tentunya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Orang tersebut bisa saja melakukan kebohongan tanpa rasa bersalah ataupun penyesalan.
Dampak Berbohong
Mungkin berkata jujur terkadang terasa berat, tapi lebih berat beban yang ditanggung jika berbohong. Ya, ada konsekuensi yang harus ditanggung pada saat seseorang berbohong. Karena itu ada baiknya pikirkan dulu konsekuensi yang akan dihadapi sebelum memutuskan untuk berbohong.
"Dalam mempertimbangkan konsekuensi dari kebohongan yang mungkin akan dilakukan, pikirkan terlebih dahulu dampaknya bagi orang tersebut, ataupun orang lain yang terkait. Apakah tindak kebohongan yang akan dilakukan itu merugikan atau akan menyakiti orang tersebut," ucap Widya.
Baca juga: Studi: Anak Mulai Kenal Bohong dan Tak Mudah Percaya di Usia 7 Tahun
Widya menambahkan orang yang disebut dewasa harus berjiwa besar untuk berani mengakui kesalahannya. "Orang yang dikatakan dewasa dan matang ialah mereka yang tidak memikirikan kepentingan diri sendiri, namun mereka memiliki kepedulian kepada kondisi orang lain," ucapnya.
Akibat yang umum dari berbohong ialah terkikisnya rasa percaya. Jika seseorang dibohongi, terlebih jika dialami berulang kali, tentunya orang tersebut akan mempertanyakan kebenarannya. Apabila kebenaran tersebut tak terjawab, maka rasa ragu akan semakin menguat. Akibatnya rasa kepercayaan pun akan semakin memudar dengan sendirinya dan dapat berujung pada konflik.
Konflik yang terjadi kemungkinan bisa berawal dari rasa curiga, perasaan tersakiti karena telah dibohongi, bahkan perasaan marah karena mengetahui suatu kebohongan. "Sebagai contoh, saat pacaran ia selingkuh. Konsekuensi jika selingkuh itu diketahui oleh pasangannya sangat beragam dan bertingkat, mulai dari merajuk, marah besar, marah disertai caci maki atau cemooh, ancaman sampai pada tindakan memutuskan hubungan," papar Widya.
(vit/vit)











































