Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan dr Eka Viora, SpKJ, mengatakan padahal dengan pengobatan yang tepat pengidap gangguan jiwa tak berbeda dengan manusia normal umumnya. Hanya saja karena sudah ada stigma para pemberi pekerjaan enggan memberikan kesempatan.
"Orang masih beranggapan 'nanti kalau dia kerja di pom bensin kalau ngamuk nanti bagaimana? jangan-jangan bensinnya dibakar'. Masih banyak sekali kekhawatiran-kekhawatiran," kata dr Eka pada seminar media Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Puri Denpasar Hotel, Jakarta, dan ditulis pada Selasa (29/9/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Seksi Skizofrenia dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJI) dr Agung Kusumawardhani, SpKJ(K), mengatakan masyarakat perlu mengubah cara pandang terhadap pasien kejiwaan. Banyak orang menganggap bila pasien masih minum obat itu artinya ia belum sembuh.
"Kita samakan dulu konsepnya, jangan menganggap pasien skizofrenia masih sakit kalau dia masih minum obat. Karena ini sama saja dengan pasien diabetes melitus atau hipertensi, mereka tetap minum obat tetapi apakah kita anggap dia orang sakit terus enggak boleh bekerja bersosialisasi?" ujar dr Agung.
"Pasien itu pulih atau sembuh kalau gejalanya sudah reda, enggak ada gejala lagi walau terus minum obat. Masyarakat dan keluarga perlu pemahaman ini," pungkasnya.
Baca juga: Kisah Anisah, Seorang Guru dengan Gangguan Jiwa Skizofrenia (fds/vit)











































