November: Misteri Kematian 32 Anak di Papua

Kaleidoskop 2015

November: Misteri Kematian 32 Anak di Papua

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Selasa, 05 Jan 2016 11:49 WIB
November: Misteri Kematian 32 Anak di Papua
Foto: infografis
Jakarta - Puluhan anak di pedalaman Papua dikabarkan meninggal secara misterius, dan belum dapat dipastikan apa penyebabnya. Namun Kepala Dinas Kesehatan Papua melaporkan ini tidak terjadi secara serentak, melainkan sudah terjadi sejak bulan Oktober 2015.
 
"Jadi bukan sekaligus dalam satu waktu, tapi terjadi sudah sejak 2 bulan yang lalu," ungkap dr Aloysius Giyai, M.Kes.

Jumlah korban mencapai 32 anak dan rata-rata berusia di bawah dua tahun. Mereka tersebar di Distrik Mbuwa, Kecamatan Nduga, tepatnya di Kampung Doigimo, Opmo, Barapngin dan Labirik.

Kabupaten Nduga sendiri merupakan pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya. Berada di hamparan Lembah Baliyem, daerah ini memiliki ketinggian antara 1.500 - 2.000 meter di atas permukaan laut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Soal Kematian Misterius 32 Anak di Kab Ndunga, Ini Penjelasan Dinkes Papua

Menanggapi persoalan ini, Kemenkes kemudian mengirim tim untuk menyelidiki apa penyebab utama dari kematian 32 anak tersebut. Selain tim dari Kemenkes, tim dari Kementerian Pertanian juga dilibatkan untuk menyelidiki kasus ini, sebab kematian misterius ke-32 anak tersebut diduga ada kaitannya dengan wabah penyakit yang menyerang ternak dalam periode waktu yang berdekatan, termasuk di antaranya babi.


Hal ini diperkuat pernyataan Kepala Distrik Mbuwa, Erias Gwijangge. Kematian balita-balita ini terjadi setelah kemarau berkepanjangan dan hujan baru turun di daerah itu. "Waktu beberapa kali turun hujan, hewan ternak di kampung-kampung mendadak mati. Babi dan ayam mendadak mati tanpa diketahui penyebabnya," jelasnya.

Namun karena kekurangan tenaga medis, Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga juga mengaku hanya bisa menunggu pasien di distrik.
 
Sebelum meninggal, anak-anak ini dilaporkan sempat mengalami gejala demam, menggigil, kejang dan diare. "Kalau dilihat prevalensinya, malaria di tempat tersebut memang tinggi. Tapi malaria pada balita gejalanya tidak seperti itu," jelas Dr HM Subuh, MPH, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan.
 
Kemudian sempat berkembang dugaan lain yakni pneumonia (radang paru-paru) dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Setelah sampel berhasil diambil dan dibawa kembali ke Jakarta barulah dapat dipastikan bahwa penyebab utama kematian 32 anak tersebut adalah pneumonia atau radang paru-paru. Namun tidak ada data resmi terkait jumlah kasus dan catatan waktunya. Diperkirakan angka kematian yang disebutkan merupakan kompilasi sejak bulan Juni 2015.

"Dari hasil verifikasi, kematian balita sebelum meninggal menunjukkan gejala demam, batuk, sesak napas dan disimpulkan kematian disebabkan karena pneumonia (radang paru)," ujar Subuh.

Menurut Subuh, kesimpulan itu diperkuat hasil pemeriksaan spesimen dari penduduk yang sakit. Subuh melanjutkan, pneumonia adalah bentuk lanjutan dari ISPA. Dari hasil pemeriksaan spesimen juga diketahui bahwa sebagian besar masyarakat menderita ISPA. Sebab kondisi rumah honai yang luasnya 7 meter persegi dihuni 8-10 orang sehingga dikatakan terlalu sesak.

"Sirkulasi udara tidak baik dan saat musim dingin atau hujan masyarakat menyalakan perapian di dalam honai. Maka salah satu dari keadaan tersebut telah memperburuk kondisi balita yang sudah sakit dan 90 persen menderita ISPA," jelas Subuh.


Berdasarkan penelusuran tim, penduduk di Distrik Mbuwa tinggal di rumah honai yang menyatu dengan kandang babi. Ruangan di dalam rumah honai hanya setinggi anak kecil dan mereka biasa tidak menggunakan alas kaki. Sumber air juga terkontaminasi dengan kotoran babi dan air tidak pernah dimasak saat dikonsumsi.

Subuh juga memastikan kematian balita di Papua bukanlah karena wabah atau outbreak penyakit. "Di sana pendataan nggak ada, masyarakat jarang berobat ke puskesmas karena dianggapnya berobat itu kalau sakit sudah parah. Keterangannya simpang siur juga soal berapa korbannya. Ada yang meninggal Juni tahun lalu, ada yang meninggal 4 bulan lalu, ada yang bilang meninggalnya Oktober," urainya.

Baca juga: Penyebab Kematian Misterius Puluhan Anak di Papua: Pneumonia
(lll/up)

Berita Terkait