"Di Indonesia ada 5 juta kelahiran per tahun, kita belum secara optimal memanfaatkan post partum KB (Keluarga Berencana)," kata Sudibyo Alimoeso, Ketua Harian Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) di sela-sela ICFP (International Conference on Family Planning) 2016, Kamis (28/1/2016).
Sudibyo mengatakan kebutuhan alat kontrasepsi yang tidak terpenuhi (unmet need) pada post partum (0-11 bulan setelah melahirkan) di Indonesia masih cukup tinggi. Untuk mengatasinya, peran tenaga kesehatan dan penyuluh KB sangat dibutuhkan sejak perawatan ante natal atau sebelum melahirkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Indonesia, 90 persen kelahiran sudah ditangani oleh tenaga kesehatan. Seharusnya KB post partum bisa dioptimalkan," kata dr Anung, ditemui di acara yang sama.
Baca juga: Penelitian Ini Mengaitkan KB dengan Perilaku Seks Wanita
WHO menyebut, KB post partum memberikan peluang bagi para ibu untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Menurunkan unmeet need diperkirakan bisa mengurangi kematian ibu sebesar 30 persen dan kematian bayi sebesar 60 persen, pada perempuan dengan jarak kelahiran kurang dari 24 bulan.
Dalam ICFP 2016, WHO juga merilis 'WHO Post Partum Family Planning Compendium'. Panduan pertama untuk KB post partum ini ditujukan untuk membantu para perempuan dalam menentukan pilihan alat kontrasepsi yang sesuai setelah melahirkan.
"Kompendium WHO yang baru ini adalah yang pertama. Penyedia layanan kesehatan sekarang bisa dengan cepat mengakses informasi yang dibutuhkan, dan punya alat yang lebih baik utuk memberikan panduan bagi perempuan post partum dalam memilih kontrasepsi," kata Mary Lyn Gaffield, ilmuwan dari Departemen Kesehatan Reproduksi WHO.
Baca juga: Kunci Utama Keberhasilan KB di Karanganyar Ada di Sini (up/vit)











































