Patut Dicoba, Tips Agar Pasien Lebih Bijak Saat Mendapat Resep Antibiotik

Patut Dicoba, Tips Agar Pasien Lebih Bijak Saat Mendapat Resep Antibiotik

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Selasa, 19 Apr 2016 15:32 WIB
Patut Dicoba, Tips Agar Pasien Lebih Bijak Saat Mendapat Resep Antibiotik
Foto: thinkstock
Jakarta - Resistensi antibiotik sudah menjadi masalah global. Nah, salah satu cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk membantu menghambat laju resistensi antibiotik yakni dengan menjadi pasien cerdas ketika berobat ke dokter.

Diungkapkan Prof Dr dr Kuntaman MS, SpMK dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan, di luar negeri, sudah menjadi hal yang lumrah jika setiap pasien yang mendapat antibiotik, mereka akan bertanya layaknya dokter.

"Dia akan tanya kenapa dia dapat antibiotik? Kalau memang dibilang karena infeksi bakteri, ditanya apa sebabnya? Lalu apa buktinya? Kalau dokternya nggak bisa membuktikan berarti hanya kira-kira ya. Kalau begitu pasien bisa menolak," kata Prof Kustaman usai Media Briefing di 'One Health Approach' di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (19/4/2016).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, menurut Prof Kustaman hal itu banyak dipraktikkan oleh pasien dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Meski begitu, tak ada salahnya jika masyarakat di Indonesia lebih kritis lagi saat diberi resep oleh sang dokter sehingga bisa dilakukan negosiasi.

Nah, untuk menghilangkan pemikiran masyarakat bahwa antibiotik adalah obat dewa, Prof Kustaman mengibaratkan bahwa antibiotik bisa menjadi racun jika dikonsumsi, tapi tidak ada gunanya. Ketika antibiotik dikonsumsi tanpa aturan dan terlalu banyak, maka bakteri baik di dalam tubuh bisa rusak.

Baca juga: Ingat, Demam pada Anak Tak Melulu Indikasi si Kecil Butuh Antibiotik

"Untuk menyadarkan masyarakat perlu jalan bersama, kita kasih contoh dan itu khas sekali kita lakukan pada masyarakat dengan low education. Jadi nggak bisa kita kuliahin gitu sehingga jita butuh berjalan bersama mereka untuk itu kita bentuk komunitas misalnya," kata Prof Kustaman.

Dalam kesempatan yang sama, Dewi Indriani dari WHO Indonesia menuturkan jika resistensi antibotik dibiarkan terus-menerus, bisa terjadi era post antibiotik di mana infeksi sederhana sekalipun sulit atau bahkan tidak bisa diobati. Jika era itu terjadi, operasi sederhana saja bisa berbahaya.

"Dari studi yang dilakukan diperkirakan tahun 2050 bisa ada kasus 10 juta orang meninggal karena resistensi antibiotik. Untuk itu, semua negara di tahun 2017 punya rencana aksi yang melibatkan multisektor di antaranya pertanian, lingkungan, kesehatan, dan keuangan, melalui pendekatan one health," kata Dewi.

Di tahun 2015, survei global WHO di 13 negara termasuk Indonesia menunjukkan 63 persen responden berpikir antibiotik bisa menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti influenza. Padahal, dikatakan Dewi, 90 persen influenza disebabkan oleh virus, bukan bakteri.

Baca juga: Ini Waktu Tepat Konsumsi Obat dengan Aturan Minum 3 Kali Sehari

(rdn/vit)

Berita Terkait