Padahal anggapan ini belum tentu benar. Setidaknya peneliti dari Australia dapat memberikan bukti awal, berdasarkan hasil analisis Health Protection New South Wales terhadap lebih dari 312 riset internasional tentang rokok elektrik,
Hasilnya, rokok elektrik dikatakan sama berbahayanya dengan rokok biasa, terutama bagi perokok pasif. "Memang risiko yang dirasakan perokok pasif dari vaper tidak sebanyak rokok konvensional, tetapi tetap saja mereka bisa terpapar polutan yang membahayakan kesehatan mereka," ungkap ketua tim peneliti, Dr Isabel Hess seperti dilaporkan 9news.comu.au.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hess menjelaskan, cairan yang terkandung dalam rokok elektrik bukanlah cairan biasa. Cairan ini mengandung nikotin dalam jumlah tinggi, particulate matter (PM) atau partikel penyusun polutan udara yang sangat berbahaya, gliserin, propylene glycol, formaldehyde dan logam-logam lainnya.
Nikotin, dikatakan peneliti, telah lama terbukti dapat berdampak langsung terhadap perkembangan otak dan paru-paru janin yang masih ada dalam kandungan, dan juga anak-anak jika terhirup.
Sedangkan PM dapat memicu penyakit jantung maupun paru-paru meskipun konsentrasinya sangat rendah. Paparan bahan kimia lain dari vaping seperti formaldehyde dalam jangka panjang juga ditengarai dapat mengakibatkan kanker nasofaringeal atau saluran pernapasan.
Baca juga: Asap Rokok Tetap Berdampak pada Janin Meski Ibu Hanya Perokok Pasif
dr Frans Abegnego Barus, SpP dari Persatuan Dokter Paru Indonesia juga berasumsi bahwa rokok elektrik dan rokok konvensional sama-sama membahayakan bagi perokok pasif, terutama karena suhunya yang tinggi.
Suhu uap yang tinggi dipastikan akan membuat peradangan pada saluran pernapasan. Tetapi ketika dihembuskan ke luar, efek yang sama juga akan terjadi, di mana perokok pasif menghirup uap yang mengandung racun nikotin dan PM tadi.
"Terserah isinya mau apa, dari suhunya saja bisa terjadi PPOK (penyakit paru obstruktif kronis, red). Elektrik saya katakan tetap merusak sama seperti original. Malah bisa lebih berbahaya karena orang bisa lebih sering menghisap setelah mendapatkan sense of security (rasa aman -red)," katanya kepada detikHealth beberapa waktu lalu. (lll/vit)











































