Kisah Vindy, Berjuang Lawan Bipolar Setelah Sempat Berniat Bunuh Diri

Kisah Vindy, Berjuang Lawan Bipolar Setelah Sempat Berniat Bunuh Diri

Ajeng Anastasia Kinanti - detikHealth
Jumat, 24 Jun 2016 06:57 WIB
Kisah Vindy, Berjuang Lawan Bipolar Setelah Sempat Berniat Bunuh Diri
Foto: ajeng
Jakarta - Mengidap gangguan bipolar tak membuat Vindy Ariella (25) berhenti berkreasi dan mengejar mimpi. Ia mampu bangkit meskipun pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya karena penyakit tersebut.

Dalam seminar media 'Gangguan Bipolar dan Fenomena Bunuh Diri di Kota Besar' di Intercontinental Midplaza Jakarta, Rabu (22/6/2016), Vindy menceritakan bahwa dirinya kali pertama mengalami depresi adalah saat masih kuliah semester 5. Saat itu ia memiliki masalah yang cukup berat hingga akhirnya depresi.

"Aku curiga terus akhirnya inisiatif cek ke psikiater. Ternyata aku dibilang depresi dan diberi obat. Setelah terasa oke, aku berhenti minum obat, kira-kira empat bulan minum obatnya. Ini salah aku, padahal waktu itu masih dibilang harus minum obat," tutur pendiri komunitas Bipolar Care Indonesia tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vindy menduga saat itu ia memasuki fase normal, sehingga terasa sudah sembuh. Namun setelah itu rupanya ia masuk pada fase hipomanik, sehingga emosinya kembali naik dibandingkan biasanya.

Baca juga: Jangan Malu, Ini 5 Manfaat Kesehatan yang Didapat dari Menangis

"Iya naik lagi ke hipomanik. Waktu itu rasanya enak ya, gembira, produktif, banyak ide muncul. Pokoknya jadi produktif banget. Tapi lama-lama aku kok merasa ini irritable dan mengganggu. Kok sepertinya ini bukan sekadar happy, tapi ada yang lain," tuturnya.

Akhirnya Vindy pun kembali ke psikiater dan didiagnosis bipolar. Ia diberikan obat dan sampai saat ini, hampir tujuh tahun lamanya, ia meminum obat tersebut. Setelah teratur minum obat, ia merasakan ada manfaat positif. Perubahan suasana hati atau mood-nya tak seekstrem dulu.

Bukan tanpa hambatan, Vindy pernah melewati masa-masa kelam sampai sempat memutuskan untuk bunuh diri. Ia meminum sekitar 50 butir obat dari psikiaternya secara bersamaan.

"Orang tua sepertinya sadar obatnya kecolongan, soalnya kan biasanya obat disimpan orang tua. Mereka lalu masuk ke kamar aku terus aku lagi tidak sadar, langsung dibawa ke rumah sakit dan aku bangun. Rasanya mual dan pusing waktu itu. Aku dirawat hampir dua minggu," imbuh Vindy.

Ia sadar betul pentingnya dukungan dari orang sekitar bagi pasien bipolar. Apalagi dengan masih banyaknya stigma negatif dari orang-orang terhadap penyakit gangguan jiwa, termasuk bipolar.

"Memang banyak faktor mengapa orang curiga bipolar tidak langsung ke psikiater, tapi sekarang banyak komunitas. Ini bisa dijadikan sarana bantuan juga. Bisa sama-sama saling membantu untuk kesembuhan. Intinya jangan malu berobat," ujarnya. (ajg/vit)

Berita Terkait