Risiko yang Mengancam Kesehatan Akibat Polusi Udara di Jalur Mudik

Risiko yang Mengancam Kesehatan Akibat Polusi Udara di Jalur Mudik

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Jumat, 08 Jul 2016 13:07 WIB
Risiko yang Mengancam Kesehatan Akibat Polusi Udara di Jalur Mudik
Kemacetan arus mudik di Nagreg (Foto: Masnurdiansyah/detikcom)
Jakarta - Padatnya volume kendaraan di jalur mudik memicu peningkatan polusi udara. Berbagai dampak kesehatan bisa muncul karenanya, sehingga harus diantisipasi agar tidak menjadi penyakit.

Dari berbagai jenis populan atau zat-zat penyebab polusi, sedikitnya dikenal ada 2 kelompok berdasarkan sifatnya. Pertama, polutan iritatif seperti partikel debu maupun gas-gas yang mengiritasi saluran napas. Polutan iritatif juga bisa berbentuk gas seperti nitrit oksida (NOx), ozon (O3), dan sulfur dioksida (SOx).

Partikel debu dikenal juga dengan istilah Particulate Matter (PM). Penamaannya menyesuaikan ukurannya yakni PM 10 untuk partikel berukuran 10 mikrometer dan PM 2,5 untuk partikel berukuran 2,5 mikrometer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Polutan yang bersifat iritatif biasanya menyebabkan iritasi pada mukosa atau lapisan tipis pada permukaan organ tertentu, seperti mata dan hidung. Dampaknya antara lain mata merah, hidung gatal dan berair, hingga hidung tersumbat. Batuk dan radang tenggorokan juga bisa terjadi akibat iritasi saluran napas.

Iritasi juga bisa memicu penumpukan kuman. Pada saluran napas, salah satu dampaknya adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Dari tahun ke tahun, keluhan ini paling banyak dijumpai di kalangan pemudik yang mengunjungi posko-posko kesehatan.

Baca juga: Membandingkan Dampak Kesehatan Arus Mudik dari Tahun ke Tahun



Alat yang dipakai untuk mendeteksi polutan iritatif PM 10 di Terminal Kampung Rambutan (dok: Uyung / detikHealth 2015)


Berikutnya, kelompok kedua adalah polutan yang bersifat afiksian yakni memicu sesak napas akibat kekurangan oksigen. Contohnya adalah gas CO (karbon monoksida) yang berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor, serta CO2 (karbon dioksida) yang secara alami dihasilkan dari sistem pernapasan manusia.

"Pada ruangan tertutup, seperti dalam kabin kendaraan akumulasi gas CO2 menurunkan oksigen (O2) dalam kabin sehingga potensi kekurangan oksigen meningkat," demikian dikutip dari rsuppersahabatan.co.id, Jumat (8/7/2016).

Sedangkan gas CO jika terhirup akan berikatan dengan molekul hemoglobin (Hb) di dalam darah. Ikatan antara CO dengan Hb disebutkan 300 kali lebih kuat dibandingkan ikatan Hb dengan oksigen. Akibatnya darah akan mengalami hipoksemia atau kekurangan oksigen.

Baca juga: Jakarta Lengang Saat Lebaran, Polusi Udara Diperkirakan Turun 30-40 Persen



Alat yang dipakai untuk mendeteksi gas-gas polutan seperti CO dan O3 di Terminal Kampung Rambutan (dok: Uyung / detikHealth 2015)


(up/up)

Berita Terkait