Jangan Terulang! Pasien Penyakit Langka Meninggal Sebelum Ada Obatnya

Jangan Terulang! Pasien Penyakit Langka Meninggal Sebelum Ada Obatnya

Firdaus Anwar - detikHealth
Selasa, 28 Feb 2017 17:00 WIB
Jangan Terulang! Pasien Penyakit Langka Meninggal Sebelum Ada Obatnya
Ilustrasi hari peringatan rare disease (Foto: Uyung Pramudiarja)
Jakarta - Selain sulit mendapatkan diagnosis, anak berpenyakit langka di Indonesia bisa juga menghadapi situasi di mana obat yang sesuai untuknya tidak tersedia. Bila sudah seperti itu maka sering kali keluarga harus menanggung sendiri beban mencari obat.

Diceritakan oleh Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) bahwa hanya sekitar lima persen dari penyakit langka tersebut yang ada obatnya. Sebagian besar tidak dapat ditemukan di Indonesia sehingga harus didatangkan dari produsen luar negeri.

Karena masih diimpor, harga obat cenderung mahal dan pengadaannya memakan waktu karena tertahan regulasi bea cukai. Padahal menurut dr Damayanti, anak penyandang penyakit langka sangat membutuhkan obat karena kondisinya semakin lama akan semakin buruk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita ada regulasi tentang orphan drugs dan orphan foods yang mengatur obat-obat tidak biasa. Pasien sudah gawat obatnya tidak ada di Indonesia kemudian pakai sistem (pengadaan -red) yang normal itu kira-kira lebih dari satu bulan," kata dr Damayanti ketika ditemui di peringatan Rare Disease Day 2017 di RSCM Kiara, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017).

"Pesan sendiri melalui online, dari Amazon dan sebagainya. Tapi begitu masuk ke Indonesia ketahan di bea cukai. Nggak bisa masuk karena banyak sekali persayaratannya sementara ini pasien saya tinggal nunggu nih dari jam ke jam," lanjut dr Damayanti.

Baca juga: Lorenzo's Oil: Perjuangan Mencari Obat untuk Penyakit Langka

Sebagai contoh dr Damayanti mengatakan empat dari lima pasiennya yang pernah ia tangani dengan penyakit langka mucopolysaccharidoses (MPS) meninggal dunia. Karena kelainan genetik tubuh para pasien tersebut tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mencerna protein sehingga dibutuhkan susu formula khusus sebagai obat.

"Namanya bayi Kenes, lahir normal tidak ada masalah tetapi pas hari ke 5 dia rupanya tidak bisa memetabolisir zat yang ada di ASI. Kita kontak (produsen) minta obat susu dan mereka bisa datangkan dua hari, tapi ketahan di bea cukai, nggak bisa keluar. Kita kehilangan Kenes di usia 20 hari si susu itu baru keluar," ungkap dr Damayanti.

Dengan skema yang ada saat ini memang obat tertentu sudah bisa didatangkan dari luar negeri. Hanya saja prosedurnya dianggap masih rumit dan memakan waktu.

dr Damayanti berharap pemerintah memerhatikan hal tersebut agar ke depannya tak terulang lagi kejadian seperti yang dialami oleh Kenes.

"Penyakit langka meskipun cuma satu tapi dia menjadi begitu penting bagi orang lain di sekitarnya... Penyakit boleh saja langka tetapi harapan tidak boleh langka," sambung dr Damayanti yang juga menjabat sebagai ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM.

Baca juga: Lepra Bonita, Penyakit Kusta Langka yang Bikin Wajah Tampak Mulus

(fds/vit)

Berita Terkait