"Kanker ini kompleks dan sulit disembuhkan. Kanker beda dengan tumor. Tumor tidak mengeluarkan racun sedangkan kanker mengeluarkan racun seperti kuman. Itu sebabnya kanker bikin bobot seseorang turun, metabolismenya turun, demam, lemas, ototnya mengecil karena protein di otot dimobilisir sel kanker ke darah dan dibuang. Lalu lemak dikeluarkan dari dalam lapisan lemak," kata Prof Dr dr Arry Herryanto Reksodiputro SpPD, KHOM.
Kemudian, 90 persen pasien kanker memiliki limfosit yang tidak berfungsi sehingga rentan infeksi. Lalu, rentan pula terjadi sumbatan di pembuluh darah. Demikian disampaikan Prof Arry di sela-sela konferensi pers 'The Role of Internist in Cancer Management" yang ke-5 (ROICAM 5)' di RS Kanker Dharmais, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingkat kematian akibat sakit kanker, kata Prof Arry berkaitan dengan ditemukannya kanker yang sudah di stadium lanjut. Lantas, apa faktor yang menyebabkan umumnya kasus kanker di Indonesia ditemukan saat stadiumnya sudah lanjut?
Baca juga: Kena Kanker Kulit, Ini Pesan Aktor Hugh Jackman
"Rendahnya kesadaran masyarakat, ini terkait dengan pengetahuan. Kemudian menjamurnya pengobatan alternatif yang katanya lebih murah tapi nggak ada bukti ilmiahnya. Sebab lainnya mitos seputar kanker masih beredar luas kemudian kurangnya faskes dan tenaga kesehatan yang memadai, terutama di daerah terpencil. Misalnya sosialisasi kanker itu apa, gejalanya gimana, di puskesmas-puskesmas," tambah Prof Arry.
Beban finansial disebutkan Prof Arry juga turut berkontribusi. Mengutip Oncology Analytic tahun 2011, biaya obat kanker bervariasi mulai dari sekitar Rp 2 juta sampai Rp 146 juta. Dari sisi pemerintah, terjadi juga peningkatan kasus kanker yang ditangani dan dibiayai BPJS Kesehatan yaitu Rp 1,7 triliun di tahun 2014 dan Rp 2,5 triliun di tahun 2015.
"Untuk itu dibutuhkan pendekatan baru secara holistik untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan untuk pasien kanker di Indonesia. Pelayanan holistik secara garis besar memperhatikan aspek fisik, psikis, juga sosial budaya pasien. Kami, Perhompedin (Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia) juga sudah mengirimkan naskah pedoman nasional pelayanan kedokteran medik kanker untuk 14 kanker ke Kemenkes untuk disosialisasikan," pungkas Prof Arry.
Baca juga: Bermula dari Nyeri Punggung, Ibu Ini Ketahuan Kena Kanker Paru (rdn/vit)











































