Menanggapi hal ini, psikolog klinis dewasa dari Tiga Generasi, Tiara Puspita M.Psi., Psikolog mengatakan kondisi seperti itu memang menjadi tantangan para pria untuk menerima bahwa ternyata mungkin sang istri memiliki pendidikan, karir, atau penghasilan yang lebih tinggi.
"Walau dikatakan sekarang kesetaraan gender, tapi itu kadang masih berat bagi laki-laki untuk merasa bahwa ternyata istri saya bisa lebih 'tinggi' posisinya," kata wanita yang akrab disapa Tita ini ditemui usai peluncuran 'Lactacyd Herbal Pesona Area V' di Lucy in The Sky, SCBD, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memudahkan perbedaan tersebut, Tita menekankan pentingnya komunikasi di antara suami dan istri. Komunikasi dengan suami contohnya bisa dilakukan istri dengan bertanya apakah tidak masalah jika dirinya bekerja. Toh bila sang suami keberatan, perlu digali lebih lanjut apa yang membuat dia merasa keberatan. Atau, kata Tita jika suami merasa kurang sreg ketika istri lebih sibuk hingga tidak ada yang mengurus anak dan rumah, dibicarakan lagi kira-kira apa yang bisa dilakukan kedua belah pihak.
"Mungkin ada hal yang bisa diperbaiki dari suaminya. Ya mungkin ada usaha lebih atau mencari pekerjaan yang lebih bagus kalau untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga," tambah Tita.
Jika suami menyetujui sang istri bekerja dengan karir yang lebih tinggi darinya, perlu dibicarakan pula kira-kira apa kompensasi yang bisa diberi oleh sang istri. Contohnya, tak masalah jika di Senin hingga Jumat istri bekerja namun ketika di akhir pekan, istri diharapkan fokus pada keluarga. Dengan begitu, menurut Tita keseimbangan bisa tercipta.
Baca juga: Pentingnya Cuti bagi Suami Sebelum dan Sesudah Istri Melahirkan
(rdn/vit)











































