Menanggapi hal tersebut pendiri Rumah Vaksin dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), menegaskan bahwa itu tidak benar. Vaksinasi adalah metode pencegahan penyakit yang terbukti keamanan dan keefektifannya.
Hanya saja memang diakui oleh dr Piprim sulit untuk mengubah pandangan seorang aktivis anti vaksin. Apa yang bisa dilakukan oleh para ahli adalah untuk terus memberikan pencerahan mencegah orang lain mengikuti paham serupa.
Baca juga: Gerakan Anti Vaksin Bayi Menguat, Ada Apa Ini?
"Kalau aktivisnya memang enggak bisa berubah ya udah biarkan saja. Tapi kalau orang tua yang galau-galau ini masih bisa berubah," kata dr Piprim saat dihubungi detikHealth pada Rabu (14/6/2017).
"Kita sudah bisa merasakan dampak anti vaksin ini. Di padang tahun 2012 misalnya cakupan vaksinasi turun drastis dari 95 persen jadi 35 persen, tahun 2014 muncul wabah difteri. Di Aceh juga kaya gitu. Ini baru contoh kecil saja," lanjutnya.
Apa yang membuat gerakan anti vaksin ini berbahaya adalah bila cakupan vaksinasi suatu populasi turun hingga 60 persen ke bawah. Bila terjadi maka penyakit yang seharusnya sudah langka atau bahkan punah bisa kembali mengancam kesehatan nasional.
Menurut dr Piprim untuk vaksin bisa memberikan efek perlindungan yang efektif dalam maka cakupannya dalam suatu populasi perlu mencapai titik 80 persen ke atas.
"Seruan anti vaksin bukan main-main bisa bikin wabah bermunculan ke mana-mana. Kalau orang tua yang galau ini sampai 40 persen dari populasi wabah bisa bangkit kembali," pungkas dr Piprim.
Baca juga: Fakta di Balik Kampanye Hitam Anti Vaksin (fds/up)