Telepas dari soal usia, psikolog perkawinan dari Tiga Generasi, Pustika Rucita, BA, MPsi memberi penekanan lain soal kesiapan menikah. Menurutnya, ada perbedaan penting dalam memaknai pernikahan sebagai 'wedding' dengan 'marriage'.
"Kalau wedding, biasanya kita siap sebatas kemeriahan pesta pernikahan saja. Tapi kalau marriage, biasanya sudah memperhitungkan kira-kira apa saja yang akan ditemui dalam kehidupan berumah tangga nanti," kata psikolog yang akrab disapa Cita ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk tahu apakah sudah siap untuk 'marriage' dan tidak sekadar 'wedding', perilaku keseharian bisa jadi indikatornya. Misalnya seseorang siap untuk marriage jika sudah mampu mengatasi masalah dengan emosi yang stabil, dan bisa menoleransi perbedaan. Juga harus sudah bisa membuat rencana jangka panjang yang tidak hanya melibatkan dirinya sendiri, tetapi juga melibatkan orang lain.
Soal pilih-pilih pasangan, Cita menilai wajar jika ada orang memperhitungkan karier dan bahkan materi sebagai salah satu pertimbangan. Yang tidak wajar adalah jika seseorang terpaku hanya pada kedua hal tersebut, lalu menutup mata pada hal-hal positif lainnya yang mungkin ada pada pasangan.
Sedangkan soal pacaran, Cita menganggapnya sebagai kesempatan untuk memperkuat kemampuan intrapersonal dan interpersonal. Kemampuan intrapersonal antara lain mencakup kemampuan mengenali diri sendiri, dan mengenal kelebihan dan kekuarngan diri sendiri. Sedangkan kemampuan interpersonal antara lain mencakup kemampuan memahami orang lain, menoleransi perbedaan dan memecahkan masalah bersama.
Baca juga: Musim Tanya 'Kapan Kawin' Akan Segera Tiba, Sudah Siap Ngeles?
Selengkapnya pemaparan psikolog perkawinan Pustika Rucita, BA, MPsi tentang kapan sebaiknya menikah, bisa disimak dalam video Bincang Sehat berikut ini
(up/fds)











































