"Tidak benar bahwa Belanda menawarkan saya untuk mengganti paspor atau kewarganegaraan. Tidak benar bahwa riset saya menggarap bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, ESA (European Space Agency), NASA, JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), serta Airbus Defence," kata Dwi, dalam surat pengakuan bermaterai dan ditandatangani, seperti dikutip dari detikNews, Senin (9/10/2017).
Menanggapi pengakuan tersebut, psikolog, Ratih Zulhaqqi, M.Psi mengatakan bahwa kebohongan seperti yang dilakukan Dwi bisa jadi karena suatu kebiasaan yang sering dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Dwi Hartanto Idap Mythomania? Psikolog: Harus Lewati Pemeriksaan
Periode berbohong yang dikatakan Ratih adalah pada masa kanak-kanak hingga usia 10 tahun. Tujuannya cenderung untuk mencari perharian orang tuanya atau orang lain.
"Kalau anak kelas 1 SD misalnya, masih wajar. Tapi ketika dewasa, berarti ada rasa tidak percaya diri," jelas Ratih.
Hal itu bisa menjadi suatu kebiasaan buruk. Namun Ratih menegaskan, kondisi itu bisa berkembang jika lingkungan di sekitarnya mendukungnya untuk melakukan kebohongan terus-menerus.
Baca juga: Lima Tipe Pembohong, Beberapa di antaranya Gangguan Kepribadian
(wdw/up)











































