Jakarta -
Tewasnya dr Letty ditangan suaminya sendiri menggambarkan begitu kejamnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya. Parahnya, nyawanya dihabisi dengan cara ditembak membabi buta dengan enam kali tembakan.
Tindakan kejinya ini dilakukan karena dilatar belakangi korban yang meminta cerai. Gugatan cerai dilayangkan de Letty karena seringnya ia mendapat kekerasan dari sang suami.
"Salah satu alasan yang mendorong almarhumah melakukan gugatan cerai adalah setelah dipukul oleh suaminya dan sekujur tubuhnya lebam. Almarhumah telah melaporkan kasus pemukulan tersebut tersebut ke kepolisian setempat dan telah dilakukan visum," kata ujar anggota keluarga Letty, Gulfan, dikutip dari detikNews, Jumat (10/11/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca dari dr Letty yang memilih meninggalkan suaminya karena mendapatkan KDRT, beberapa orang justru mengaku sulit untuk berpisah karena alasan cinta.
Dirangkum detikHealth, berikut alasan-alasan wanita yang sulit meninggalkan suami yang berlaku kasar.
1. Takut suami tambah kejam
Foto: Getty Images
|
Seperti yang dialami dr Letty, menggugat cerai malah dibantai. Ini alasan mendasar wanita yang sulit untuk meninggalkan suaminya yang melakukan kekerasan padanya.Seseorang bisa menjadi lebih gusar, bahkan tega untuk menghabisi nyawa seperti yang dilakukan dr Helmi karena ditinggalkan. Menurut penulis When Good Men Behave Badly, David B. Wexler, PhD, jika memutuskan untuk berpisah bisa membuat keadaan jadi lebih buruk lagi.
2. Khawatir akan kondisi keuangan
Foto: Getty Images
|
Biasanya ini terjadi pada wanita yang tidak bekerja, dan sumber penghasilan hanya dari sang suami. Mereka mengkhawatirkan kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya."Jika seseorang bergantung secara finansial pada pendapatan pasangannya, mereka mungkin khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri jika mereka pergi," jelas Wexler.
3. Merasa malu
Foto: thinkstock
|
Wexler mengatakan bahwa bahwa dia belum pernah bertemu dengan seorang korban yang tidak merasa malu dengan keadaannya. Rasa malu itu membuat korban takut dengan penilaian orang lain."Gagasan untuk membiarkan orang lain tahu tentang kekerasan dan memungkinkan mereka akan bertanya 'mengapa Anda memilihnya? kenapa kamu tinggal bersamanya? apa yang Anda lakukan untuk membuatnya melakukan ini terhadap Anda?'. Itu sangat menakutkan," katanya.
4. Karena masih cinta
Foto: thinkstock
|
Karena merasakan cinta yang mendalam pada pasangannya, beberapa orang memilih tetap bersama meskipun sering dilanda kekerasan.Menurut psikolog klinis dewasa, Christina Tedja, M.Psi, Psikolog, umumnya korban KDRT bertahan dalam hubungan atau pernikahan yang penuh kekerasan dengan harapan bahwa keadaan mereka akan membaik suatu hari nanti.
"Umumnya karena masih berharap pasangan bisa berubah, masih ingin memberi harapan, masih mau menyelamatkan rumah tangga, mau menjaga image pasangan sebagai orang tua dari anak," pungkas psikolog yang disapa Tina ini.
Seperti yang dialami dr Letty, menggugat cerai malah dibantai. Ini alasan mendasar wanita yang sulit untuk meninggalkan suaminya yang melakukan kekerasan padanya.
Seseorang bisa menjadi lebih gusar, bahkan tega untuk menghabisi nyawa seperti yang dilakukan dr Helmi karena ditinggalkan. Menurut penulis When Good Men Behave Badly, David B. Wexler, PhD, jika memutuskan untuk berpisah bisa membuat keadaan jadi lebih buruk lagi.
Biasanya ini terjadi pada wanita yang tidak bekerja, dan sumber penghasilan hanya dari sang suami. Mereka mengkhawatirkan kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya.
"Jika seseorang bergantung secara finansial pada pendapatan pasangannya, mereka mungkin khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri jika mereka pergi," jelas Wexler.
Wexler mengatakan bahwa bahwa dia belum pernah bertemu dengan seorang korban yang tidak merasa malu dengan keadaannya. Rasa malu itu membuat korban takut dengan penilaian orang lain.
"Gagasan untuk membiarkan orang lain tahu tentang kekerasan dan memungkinkan mereka akan bertanya 'mengapa Anda memilihnya? kenapa kamu tinggal bersamanya? apa yang Anda lakukan untuk membuatnya melakukan ini terhadap Anda?'. Itu sangat menakutkan," katanya.
Karena merasakan cinta yang mendalam pada pasangannya, beberapa orang memilih tetap bersama meskipun sering dilanda kekerasan.
Menurut psikolog klinis dewasa, Christina Tedja, M.Psi, Psikolog, umumnya korban KDRT bertahan dalam hubungan atau pernikahan yang penuh kekerasan dengan harapan bahwa keadaan mereka akan membaik suatu hari nanti.
"Umumnya karena masih berharap pasangan bisa berubah, masih ingin memberi harapan, masih mau menyelamatkan rumah tangga, mau menjaga image pasangan sebagai orang tua dari anak," pungkas psikolog yang disapa Tina ini.
(wdw/up)