Bahkan , setiap tahunnya ada 1 juta kasus baru TBC di Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka hari TBC Sedunia, sejumlah pihak pun bahu membahu mengingatkan pentingnya kembali kewaspadaan terhadap penyakit ini.
"Penyakit TBC ini adalah penyakit lama terjadi hampir di seluruh dunia dan penanganannya tidak sederhana. Untuk itu dirasa perlu kita membicarakan apa yang bisa kita perbuat. Pertama, karena penyakit TBC sudah lama, banyak orang menganggap penyakit ini sudah selesai. Kedua, karena masih banyak ditemukan di Indonesia dengan status menjadi peringkat kedua, selalu yang dilihat adalahpemerintah. Pemerintah dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab. Namun, menurut saya, semua masyarakat harus terlibat di situ," kata Arifin Panigoro, Ketua Umum Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI).
Padahal jika angka penderita TB tidak ditekan secepat mungkin, akan mempengaruhi produktivitas masyarakat Indonesia yang akhirnya menggambat kemajuan negara. Sebab, pengobatan penderita TBC butuh waktu yang lama dan harus konsisten. Selama pengobatan tersebut aktivitas mereka pun dibatasi karena proses penyembuhannya mengharuskan istirahat.
"Gejalanya sebentar saja merasa sudah sembuh karena itu tidak datang berobat lagi. Di proses pengobatannya juga ada efek samping mual, tidak enak, ini menyebabkan jumlah penderita TBC luar biasa di Indonesia," imbuhnya.
Oleh karena itu perlu upaya berbagai pihak untuk bersama-sama menekan angka penderita TBC di Indonesia. Arifin optimis Indonesia dapat seperti China yang meski mempunyai penduduk terbesar namun sudah bebas dari TBC. Langka pertama yang bisa dilakukan adalah dengan segera melapor jika ada anggota keluarga yang diduga mengalami TBC.
"Segera lapor kepada puskesmas dan jalani pengobatan dan semua anggota keluarga yang lain perlu dievaluasi dan memeriksakan diri," ujar Arifin.
Selain itu, selalu menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih. Lainnya adalah menerapkan pola hidup sehat. Dalam paparannya, Executive Secretary FSTPI Mariani Reksoprodjo juga menyampaikan FSTPI sebagai fasilitator terus bekerja sama dengan semua pihak untuk menyebarkan informasi terkait TBC kepada masyarakat Indonesia.
"Berbagai penyuluhan dilakukan dengan prinsip preventif dan promotif. Perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa TBC ini bukanlah penyakit turunan, karena guna-guna, atau kutukan. Penyakit TBC harus segera diobati dan pasti sembuh asal pengobatannya betul dan tidak pernah putus obat," kata Mariani.
Sementara Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP (K), dokter ahli paru dari RSUP Persahabatan, menambahkan untuk mencapai Indonesia bebas TB pada 2050 diperlukan usaha yang maksimal.
"Salah satu upaya dan wujud kepedulian pemberantasan TBC adalah membiasakan diri menggunakan masker. Terutama yang menderita batuk-batuk, di mana pun, terutama di ruangan berpenyejuk udara (AC) wajib mengenakan masker," ujarnya.
Bukan cuma para pakar dan LSM, public figure pun beramai-ramai mengampanyekan berantas TBC Beberapa nama tenar pun akan ikut gerakan #PeduliKitaPeduliTBC pada Minggu (25/3/2018) di Jalan Sudirman Jakarta adalah Reza Rahardian, Vino G Bastian, dan Slank. (ega/up)