Yang Tak Terlihat di Balik Perjuangan Pasien MDR-TB untuk Sembuh

Hari TB Sedunia

Yang Tak Terlihat di Balik Perjuangan Pasien MDR-TB untuk Sembuh

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Sabtu, 24 Mar 2018 21:17 WIB
Yang Tak Terlihat di Balik Perjuangan Pasien MDR-TB untuk Sembuh
Banyak cerita di balik perjuangan sembuh dari TB (Foto: Reza Sulaiman)
Jakarta - Multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan jenis penyakit tuberkulosis (TB/TBC) lanjutan yang tak mempan dengan pengobatan biasa. Dengan obat yang lebih keras, efek samping yang dirasakan pasien saat berobat pun lebih kuat.

Binsar Manik (38) merasakan sendiri bagaimana efek samping pengobatan MDR-TB membuatnya frustasi. Ia bahkan sempat putus asa dan depresi, hingga ingin mengakhiri hidupnya.

Hal senada juga dikatakan oleh Tono Pebrianto (35), seorang pengemudi ojek online yang juga mantan pasien MDR-TB. Tono bahkan mengaku sempat 3 kali nyaris bunuh diri karena efek samping pengobatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Alhamdulillah berkat dukungan keluarga, dan juga teman-teman peer educator dari PETA, saya bisa menyelesaikan pengobatan MDR-TB sampai selesai," tutur Tono, ditemui di kantor Yayasan PETA, Jalan Rawamangun Muka II, Jakarta Timur.

Tono dan Binsar merupakan anggota dari Yayasan Pejuang Tangguh TB-RO, yang lazim disingkat Yayasan PETA. Misi Yayasan PETA adalah memberikan pendampingan kepada pasien MDR-TB yang sedang menjalani pengobatan.

Yulinda, koordinator lapangan Yayasan PETA mengatakan pendampingan diperlukan karena angka pasien MDR-TB yang putus berobat cukup tinggi. Selain karena efek samping yang berat, pendampingan diperlukan untuk mengedukasi pasien dan keluarganya soal MDR-TB.

"Bedanya kami dengan kader Puskesmas atau Dinas adalah kami juga dulunya mengalami hal yang sama. Yayasan PETA khusus mantan pasien MDR-TB yang sudah sembuh dan selesai berobat," ujarnya, ditemui di tempat yang sama.



Kunjungan ke Rumah

Pendekatan peer educator disebut Yulinda membuat pasien lebih terbuka soal efek samping yang dialaminya. Yulinda mengatakan tak sedikit pasien yang menghubungi nomor anggota PETA untuk bertanya seputar efek samping yang beragam, mulai dari depresi, kehilangan gairah seksual, hingga pusing dan sakit kepala.

Yayasan PETA juga bekerja sama dengan rumah sakit dan puskesmas untuk melakukan kunjungan ke rumah. Kunjungan ke rumah dilakukan kepada pasien MDR-TB yang tercacat tidak melanjutkan pengobatan.

"Kita datangi rumahnya, kita beri pengertian, jangan sampai putus berobat. Kalau dibilang nggak kuat berobat karena efek samping, kita bilang kita dulu juga sama. Tapi saya saja bisa, kenapa kamu nggak bisa," ungkap Binsar yang sudah dinyatakan bebas MDR-TB pada tahun 2012.

Tak melulu manis, ada pula cerita pahit yang dialami anggota Yayasan PETA saat melakukan kunjungan ke rumah. Binsar mengatakan bukan sekali dua kali ia dihardik secara kasar hingga diajak berkelahi oleh pasien yang tak mau berobat.

"Pasien itu kan merasa dia fit, dia kuat, makanya ngga mau berobat. Ada juga yang takut, malu karena ketahuan penyakit TB. Padahal masalahnya bukan di situ. Selama dia nggak berobat, dia akan jadi mesin penularan yang bisa membuat lingkungan sekitarnya kena TB juga," papar Binsar.



Agenda kunjungan ke rumah pasienAgenda kunjungan ke rumah pasien Foto: Reza Sulaiman


Sembuh dan Bermanfaat

Yayasan PETA sendiri didirikan pada tahun 2014, oleh 5 orang pasien MDR-TB yang sama-sama berobat di RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur. Yulinda yang juga merupakan salah satu pendiri Yayasan PETA menyebut niat awalnya adalah menjadikan Yayasan PETA sebagai wadah bernaung mantan pasien TB yang ingin bermanfaat bagi masyarakat.

"Karena kalau kita lihat anak-anak kecil atau orang-orang tua yang berobat TB itu, muncul bagaimana bisa kita bermanfaat bagi mereka," ungkap Yulinda, yang dinyatakan sembuh MDR-TB pada 2013.

Bermula dari 5 orang, kini Yayasan PETA memiliki kurang lebih 40 anggota. Semuanya merupakan mantan pasien MDR-TB yang sudah mendapatkan pelatihan untuk menjadi peer educator, dan tersebar di lima wilayah DKI Jakarta.

Selain home visit, Yayasan PETA juga memiliki program lain yakni hospital visit dan puskesmas visit. Yayasan PETA bekerjasam dengan lebih dari 40 puskesmas, dan 4 rumah sakit besar yakni RS Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RSUD Mampang dan RSUD Kalideres.

Yayasan PETA membuka diri bagi mantan pasien MDR-TB yang ingin bergabung. Di momen Hari TB Sedunia hari ini, pentingnya edukasi dan pemahaman soal TB bagi masyarakat luas, bukan hanya pasien dan keluarga pasien, sangatlah penting.

"Jangan khawatir, TB dan MDR-TB bisa disembuhkan, asalkan patuh dan rutin berobat," tutup Yulinda.

Para relawan peduli TBPara relawan peduli TB Foto: Reza Sulaiman


(mrs/up)
Hari TB Sedunia 2018
13 Konten
Hari TB (Tuberkulosis) sedunia diperingati setiap tanggal 24 Maret. Penyakit ini menular melalui droplet atau percikan dahak yang tersebar di udara saat batuk.

Berita Terkait