Ditemui di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Menteng, Jakarta Pusat, Ketua IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG menyampaikan bahwa ia tidak mengetahui kabar tersebut. Ia juga enggan mengomentarinya.
"Saya belum tahu sama sekali. Saya tidak tahu persis karena saya tidak mendapat laporan dari dr Terawan sendiri. Kalau dr Terawan sudah kembali, katanya akan bertemu dengan saya," ungkap Prof Marsis, Selasa (17/4/2018).
Prof Marsis menegaskan bahwa kasus dr Terawan kini sedang berada dalam state cooling down, sembari menanti keputusan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Kita semua harus cooling down. Jangan bangsa ini terpecah belah karena suatu masalah yang menurut saya tidak terlalu menjadi masalah kalau kita kembali kepada suatu aturan main yang jelas," lanjutnya.
Sebelumnya, Senin (9/4), IDI memutuskan menunda sanksi untuk Terawan itu. Sanksi yang dimaksud berupa pemecatan dari profesi kedokteran dan sanksi pencabutan rekomendasi izin praktik.
Ditemui terpisah, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan bahwa sebuah metode pengobatan yang baru selalu butuh uji klinis. Uji tersebut terdiri dari empat fase, yang salah satunya mensyaratkan untuk diuji di beberapa 'center' atau bukan hanya di satu rumah sakit.
"Fase empat sudah diklaim bahwa ini sudah menjadi metode yang baik untuk tindakan tersebut jadi bisa dipakai di mana-mana," jelas dr Ari.